Warga Musi Rawas Kembali Resah, Kawanan Gajah Rusak Pondok di Kebun

Pondok milik warga rusak oleh kawanan gajah liar.(Handout)
Pondok milik warga rusak oleh kawanan gajah liar.(Handout)

Kawanan gajah liar kembali membuat resah warga di Desa Tri Anggun Jaya, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan untuk pergi berladang ke kebun.


Pasalnya kawanan gajah liar kembali masuk kebun dan merusak pondok di sekitar kebun warga yang terjadi pada Rabu malam kemarin. Pondok tersebut baru diketahui rusak keesokannya pada Kamis pagi saat warga hendak ke ladang.

Sekretaris Desa Tri Anggun Jaya, Parsono membenarkan hal tersebut. Bahkan kawanan gajah tersebut pasca menyerang seorang warga hingga meninggal dunia masih berada di sekitar lokasi dan berputar-putar di kebun warga.

"Warga yang langsung pulang dan tidak berani ke ladang tadi mengatakan banyak sekali kata warga gajahnya," kata Sekdes di konfirmasi pada Jumat,(13/9).

Jumlah kawanan gajah liar di lokasi tersebut menurutnya bila sedang berkumpul sekitar 40 ekor. Namun sambungnya, kalau kawanan gajah sedang berombongan yang terlihat sekitar 15 ekor, namun belum ditambah lagi yang terpisah-pisah. Tinggi gajah bervariasi mulai 3 meter, sedang dan anakan. 

"Kemarin malam ketika hujan deras ada pondok yang rusak oleh gajah. Itu baru diketahui setelah paginya saat warga mau ke ladang dan melihat pondok sudah remuk," ujarnya.  

Sekdes mengungkapkan, masih adanya kawanan gajah liar di sekitar kebun membuat warga khawatir dan tidak berani untuk berladang. "Petani tidak berani yang jelas. Yang ladangnya di arah ada gajah, tidak berani ke kebun. Kan disini mayoritas kebun karet," timpalnya.

Selaku Pemerintah Desa, pihaknya mengaku telah mengimbau warga untuk hari-hari dan waspada. Selain itu juga, pihaknya meminta agar ada solusi terbaik untuk mengatasi konflik antara manusia dengan gajah di Desa Tri Anggun 

"Masyarakat disini tidak terima, dia (warga) butuh makan dan butuh bekerja. Dan yang jadi sasaran pemerintah desa. Maka ini mohon segera minta bantuan ke atasan supaya bisa mengusir gajah," bebernya.

Memang ia mengakui, dulunya sebelum terbentuk Desa Tri Anggun, disini merupakan hutan dan memang tempat tinggalnya gajah. Kemudian setelah ada Desa di tahun 1992 ada transmigrasi. 

"Nah gajah itu mulai menyingkir. Mungkin setahun sekali datang pada saat panen," ungkapnya.

Setelah itu pada tahun 2019 sampai 2020 sambungnya, gajah itu datang tidak setahun sekali lagi. Namun sering dan bahkan kawanan gajah menetap disini. 

"Tahun 2021 terjadi konflik, ada yang meninggal dunia. Kemudian setelah itu gajahnya tetap disini tidak pergi-pergi. Sampai tahun 2024 ini terjadi lagi korban meninggal dunia," jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya sudah mengadukan persoalan ini ke pemerintah dari tahun 2021 lalu. Dan sudah ada respon dari pihak terkait seperti Kehutanan dengan BKSDA.

"Tapi untuk penanganan intensifnya belum ada," pungkasnya.