Warga Bertanya Kemana Pemimpin Kota, Pengamat : Seharusnya Sejak Dulu

Tangkapan layar salah satu postingan akun publik yang ramai di kota Palembang beberapa waktu lalu. (net/rmolsumsel.id)
Tangkapan layar salah satu postingan akun publik yang ramai di kota Palembang beberapa waktu lalu. (net/rmolsumsel.id)

Keseriusan pemerintah kota Palembang dalam menangani pandemi Covid-19 terus mendapat pertanyaan dari masyarakat. Seperti baru-baru ini ramai di jagat maya sejumlah akun publik di kota Palembang mempertanyakan kemanakah Wali Kota Palembang. 


Warga mempertanyakan apa langkah nyata yang dilakukan oleh pemimpin kota Palembang saat lonjakan kasus melumpuhkan berbagai sektor, terutama ekonomi yang kemudian berimbas pada kondisi sosial masyarakat. 

Pengamat dari Bagindo Togar Political Observer and Consulting, Bagindo Togar mengungkapkan jika kesalahan pemimpin kota Palembang ini bahkan telah dimulai jauh hari. Tepatnya di masa awal pandemi pada tahun 2020 lalu.

Tim Kantor Berita RMOLSumsel berhasil merangkum catatan dari Bagindo Togar yang dimulai pada 20 Mei 2020 lalu. Saat dimulainya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama kali di kota palembang. Saat ini Wali Kota Harnojoyo menilai terjadi peningkatan kesadaran warga untuk memakai masker. 

Pernyataan Harnojoyo saat itu mendapat dukungan dari Gubernur Herman Deru yang menyebut jika Sumsel dan Palembang siap untuk menyambut new normal seiring dengan instruksi dari Presiden Joko Widodo. Namun saat itu, Bagindo menilai apa yang disampaikan oleh Harnojoyo melompat terlalu jauh tanpa melihat dan mempertimbangkan kondisi yang ada saat itu.

Permasalahan yang lain muncul di waktu yang bersamaan, saat insentif tenaga medis yang dipersiapkan pada PSBB tahap pertama itu belum juga dibayarkan termasuk juga honor satgas Covid-19 di masa awal pandemi menghantam kota Palembang. 

Setelah dinamika yang terjadi pada masa awal pandemi, Pemkot Palembang kembali menerapkan PSBB berikutnya yang diberi nama PSBB Humanis. Saat itu, tepatnya kala memimpin apel di hadapan 1.750 personil pada 4 Juni 2020, harnojoyo meminta petugas mengedepankan sikap yang humanis dan edukasi positif untuk menekan penyebaran Covid-19. 

Harnojoyo memberi instruksi kepada petugas untuk menyasar lokasi keramaian yang minim kesadaran masyarakat seperti pusat perbelanjaan. Sehingga ia berharap jika pusat keramaian dan pusat perbelanjaan telah sadar dengan penggunaan masker dan prokes, kota Palembang bisa menyelaraskan ekonomi dengan kesehatan masyarakat.

Bukannya memaksimalkan BUMD dan sektor lain, menurut Bagindo saat itu apa yang disampaikan Harnojoyo ini merupakan dalih untuk tetap mendapatkan pemasukan dari parkir dan pengusaha serta elemen terkait, karena PAD yang masuk pada pertengahan tahun 2020 itu betul-betul jauh di bawah target. 

Pengamat Bagindo Togar dari BTPOC 

Dari Rp 1,5 Triliun yang ditargetkan, Pemkot hanya mendapat pemasukkan Rp300 Miliar sehingga menurut Bagindo, Harnojoyo berusaha menutupi kekurangan yang dimilikinya. "Padahal, untuk pelaku usaha, Kalaupun dibuka dan diminta pajaknya juga masih dalam kondisi sulit (bayar),"kata Bagindo.

Sehingga itulah menurutnya Pemkot selalu terkesan memaksakan kebijakan tanpa adanya kajian mendalam. "Kalau tidak paham, kan banyak staf ahli, staf khusus, kemana saja? Atau kalau staf ahli dan Staf khusus tidak sanggup, libatkan akademisi untuk penanganan ini. Ahli kesehatan, ahli sosiologi perkotaan, dan ahli ekonomi, sehingga Pemkot Palembang punya konsep yang jelas,"ujarnya.

Pada masa itu, Pemkot Palembang menyiapkan anggaran sampai Rp480 Miliar untuk penanganan Covid-19. Sementara di berbagai kesempatan juga kerap mendapat bantuan ataupun CSR perusahaan berupa sembako maupun uang yang kemudian dibagikan kepada masyarakat. Sempat terjadi polemik mengenai data masyarakat penerima manfaat dari pemerintah tersebut. 

Tidak hanya mengenai validitas jumlah penerima tetapi apakah bantuan yang diterima oleh warga itu berasal dari pemerintah (anggaran) atau hanya bantuan dari pihak swasta yang diterima Pemkot? Sebab menurut Bagindo, para pejabat justru berlomba membagikan sembako seolah tebar pesona di masa krisis. 

"Dana penanganan yang masih tanda tanya. Ini kan, krisis kesehatan. Harusnya tenaga medis, sarana dan prasarana didahulukan. Bukan menjadikan bencana sebagai momen tebar pesona,”ujarnya saat itu.

Oleh karenanya jika warga Palembang mempertanyakan 'kemana' Wali Kota memiliki makna yang luas, bukan hanya mempertanyakan posisi, tetapi langkah apa yang sudah dilakukan oleh orang nomor satu di Palembang itu untuk warganya. Pertanyaan ini menurut Bagindo cukup terlambat dilontarkan.

Orkestrasi Politik di Palembang yang Didominasi Eksekutif

Peran dan fungsi pengawasan dalam jalannya pemerintahan, termasuk mengenai apa yang dilakukan oleh Pemkot Palembang seharusnya bisa dilakukan oleh DPRD Kota Palembang. Bagindo menilai hal inilah yang juga seharusnya dilakukan sejak jauh hari lalu. 

Dalam pengamatannya hingga hari ini, DPRD Kota Palembang sebagai lembaga legislatif seperti lupa menempatkan diri mereka sebagai mitra kritis. Hanya sebagai mitra strategis yang menunjukkan harmoni dan komunikasi yang baik, untuk urusan anggaran. "Kalau anggaran cocok aman itu barang, baru seolah-olah mengawasi,"ujarnya.

Padahal, menurut Bagindo hal yang seperti ini sangat penting dilakukan. Bukan mengenai dominasi partai pengusung eksekutif, ataupun mitra strategis lainnya, tetapi lebih kepada tanggung jawab anggota legislatif ini kepada rakyat yang membuat mereka duduk di sana. 

"Terlepas dari itu. Kalau mereka sudah duduk di DPRD (kota Palembang), mereka Wakil Rakyat. Bertindaklah sebagai anggota DPRD secara utuh. Tidak selalu manut sama eksekutif, yang menunjukkan bahwa mereka ini jadi anggota dewan secara instan, buah dari kapitalisasi demokrasi,"ungkap Bagindo. 

Ada yang muncul untuk menggantikan orangtua, ada yang sengaja dijadikan anggota dewan dengan berbagai latar belakang dan kekuatan politik mereka. Sehingga sebagian besar dari anggota dewan ini belum teruji di kancah politik praktis dan tak memiliki sifat kritis untuk rakyat. 

"Latar belakang mereka, keluarga, pekerjaan yang sebagian besar kontraktor kah, pengusaha kah memang berpengaruh terhadap kiprah mereka di legislatif. Tapi jika mereka sadar, mereka itu dipilih dan bertanggung jawab kepada rakyat, itu yang utama,"katanya. 

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Palembang, M Hibbani. 

Menjawab hal tersebut, Ketua Fraksi PKS DPRD Palembang  M. Hibani, S.Mn mengakui fraksinya kerap memberikan masukan dan kritik yang kepada Walikota Palembang. Namun, tidak jarang pula pihaknya mengapresiasi kebijakan Pemerintah Kota Palembang jika memang sudah bagus.

Sebagai salah satu fraksi yang cukup vokal di DPRD Kota Palembang, Hibani merasa fraksinya tetap konsisten mengawal aspirasi rakyat dan tak merasa di tinggalkan oleh rekan fraksi lain. "Kami menjalankan fungsi pengawasan dengan mengawal kinerja Pemerintah Kota, apa-apa yang menurut kita perlu di luruskan, ya kita luruskan. Tanpa merasa ditinggalkan karena semua masih kompak, kok,"ujarnya. 

Hal yang sama diungkapkan oleh Ketua Fraksi PKB DPRD Palembang Sutami Ismail S.ag. "Yang kita kritisi itu kebijakan pemerintah yang tidak pro ke rakyat seperti infastruktur, parkir liar, banyak oknum-oknum di pendidikan itu kita kritisi, yang penting untuk kemaslahatan umatlah,"kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Palembang ini, Kamis (15/7).

Karena pihaknya berupaya menyampaikan kebenaran, kenyataan dan membangun Palembang untuk lebih baik lagi. Selain PKB ada pula Fraksi PAN yang melalui Ketuanya Ruspanda Karibullah mengatakan jika pihaknya konsisten untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

"Khususnya di bidang infrastruktur dan beberapa poin lain yang memang dalam kaitannya sebagai fungsi pengawasan kita sebagai anggota DPRD kota Palembang,"ungkapnya.