Wakil Ketua MPR: Aceh Contoh Semangat Bangkit dari Bencana

Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani. (ist/rmolsumsel.id)
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani. (ist/rmolsumsel.id)

Bangkit cepat dari bencana maha dahsyat telah ditunjukkan rakyat Aceh. Tsunami yang menyerang provinsi di ujung barat Indonesia 2004 silam telah meluluhlantakkan infrastruktur serta menimbulkan korban hingga ratusan ribu jiwa.  


Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengatakan, ketika tsunami terjadi 17 tahun yang lalu dunia terasa gelap dan masa depan menjadi suram. Tetapi, rakyat Aceh dengan keyakinan keimanannya perlahan mereka kembali bangkit menapaki kehidupan sampai seperti sekarang ini.

"Tsunami Aceh telah menyebabkan anak-anak menjadi yatim piatu, orang tua kehilangan anak, anak kehilangan orang tua, bahkan banyak keluarga yang habis. Sekolah, kantor pemerintah, masjid, pasar, rumah, dan sarana lainnya telah rata oleh tusnami," kata Muzani saat menghadiri peringatan 17 Tahun Tsunami Aceh, Minggu (26/12).

"Masa depan yang terasa gelap, dunia sepertinya mau kiamat, tapi setitik optimis menjadi harapan. Inilah yang kemudian menjadi titik kebangkitan rakyat Aceh," sambungnya.

Muzani mengatakan, tsunami Aceh membawa hikmah dan pelajaran yang besar. Salah satunya, konflik yang berkepanjangan di Aceh menyebabkan mereka bersatu dalam kesadaran membangun Aceh secara bersama-sama dalam bingkai NKRI.

Kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra ini, komitmen rakyat Aceh kepada bangsa dan negara Indonesia memang tidak pernah diragukan.

"Di masa penjajahan, mereka mengilhami perlawanan terhadap penjajah dengan kekuatan rakyat dan militansinya menyebabkan perang Aceh sebagai perang yang berkepanjangan tanpa henti. Inilah yang menginspirasi perlawanan kepada penjajah di belahan nusantara lainnya," teranya.

Pada awal kemerdekaan, lanjut Muzani, pemimpin-pemimpin Aceh seperti Tengku Muhammad Hasan memberi komitmen kepada Bung Karno bahwa Aceh adalah bagian dari NKRI.

Ketika Republik ini memerlukan pergerakan, rakyat Aceh iuran dari berbagai macam profesi maka terbelilah pesawat selawah yang kemudian menjadi cikal bakal bagi penerbangan nasional.

Begitu juga ketika Bung Karno akan membangunan Monumen Nasional (Monas), para saudagar Aceh menyumbangkan 27 kilogram emas untuk ditempatkan di pucuk Monas Jakarta.

Masih kata Muzani, ketika terjadi tsunami, duka Aceh adalah duka Indonesia. Seluruh komponen masyarakat dengan kemampuan yang dimiliki bahu-membahu membantu dalam menangani musibah tsunami itu.  

"Aceh kini telah pulih dari musibah yang tercatat sebagai bencana terbesar di dunia. Bahkan di Aceh keamanan pun telah pulih, situasinya sudah kondusif, ekonomi bergeliat, dan rakyat makin optimis menatap masa depannya," demikian Muzani.