Harga avtur saat ini berbeda di berbagai wilayah Indonesia. Menyikapi hal itu, Pengamat ekonomi Drajad Wibowo menilai wajar.
- KAI Klaim Penumpang LRT Sudah Tembus 5.000 Orang Perhari
- Merusak Uang Dapat Dipidana Lima Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
- E-Meterai Hadir untuk Akselerasi Transaksi Digital
Baca Juga
Menurut Drajad, perbedaan tersebut merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara kepulauan.
“Biaya distribusi menjadi sangat tinggi. Jarak kilang dengan end users bukan belasan kilometer, tapi ratusan bahkan bisa ribuan kilometer. Bahkan, seandainya negara mampu membangun pipa sepanjang itu, biaya distribusi tetap sangat mahal. Jadi itu memang konsekuensi negara kepulauan,” kata Drajad, Kamis (20/2).
Karena itu, Drajad mempertanyakan wacana avtur satu harga, di mana seluruh harga avtur di seluruh bandara di Indonesia seragam.
Pasalnya, jika dipaksa menjual avtur satu harga mengikuti di Jawa, berarti Pertamina dipaksa menjual avtur tanpa untung atau merugi di luar Jawa.
Begitupun, jika pemerintah hendak memberlakukan kebijakan avtur satu harga, bisa saja dilakukan. Syaratnya, pemerintah harus konsekuen menanggung selisih harga dan biaya.
“Apakah pemerintah mau menanggung selisih harga Jawa dengan luar Jawa? Jangan Pertamina yang dipaksa menanggungnya," tuturnya.
Tetapi masalahnya, lanjut Drajad, jika avtur satu harga diberlakukan, berarti pemerintah memberi subsidi kepada maskapai seperti Garuda dan Lion bersama grup besar mereka.
Padahal, di dalam maskapai tersebut terdapat orang-orang kaya, termasuk mereka yang menjadi pemegang saham seperti Rusdi Kirana di Lion.
“Apakah mereka pantas ikut kecipratan subsidi, sementara subsidi untuk rakyat terus dihapus,?” tanya Drajad.
Di sisi lain, Drajad mempertanyakan Indonesia National Air Carriers Association (INACA), yang selalu menuding pihak lain terkait mahalnya harga tiket.
Dalam hal ini, kata dia, selalu saja avtur yang disalahkan. Padahal banyak sumber inefisiensi di internal maskapai sendiri.
“Lihat saja pengadaan pesawat mereka. Bandingkan biayanya dengan pengadaan pesawat di maskapai lain seperti Turkish, Emirates, Virgin atau AirAsia. Belum lagi inefisiensi dalam asuransi, pengadaan barang dan jasa, dan sebagainya,” imbuhnya.
- Pertamina Plaju Fasilitasi Kemampuan Public Speaking untuk UMKM dan Kelompok Budidaya Ikan
- Srikandi PLN UP3 Palembang Edukasi Generasi Muda Lewat PLN Mengajar
- Untuk Tingkatkan Rantai Gas Bumi, PGN Gandeng JCCP-INPEC