Wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) Serentak tahun 2024 yang dimunculkan partai politik (parpol) beberapa hari ini menunjukkan pola-pola perubahan yang diarahkan kepada corak pemerintahan otoriter.
- Siang Ini, Komisi II DPR Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2024
- Keserentakan Pemilu Digugat ke MK, DPR Siap Evaluasi Bersama Stakeholder
- KPU Kota Palembang Gelar Simulasi Pemungutan Suara Pemilu 2024 untuk Uji Kesiapan
Baca Juga
Begitu pendapat Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/2).
"Kalau diperhatikan pola-pola ini akan menuju kepada konsep-konsep otoritarian," ujar Ali.
Sebagai satu contoh kasus, Ali melihat perubahan pola pemerintahan yang terjadi di negara Rusia. Di mana yang dia ketahui transisi bentuk pemerintahan terjadi ketika ada wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
"Kalau kita perhatikan negara lain seperti Rusia, Putin itu polanya diperpanjang dulu, baru kemudian kekuasaannya seumur hidup, ke arah sana," tuturnya.
Maka dari itu, usul yang disampaikan PKB dan PAN agar Pemilu Serentak 2024 ditunda pelaksanaannya, dan kemudian jabatan Presiden Joko Widodo diperpanjang, akan berdampak pada perubahan pola dan bentuk pemerintahan di Indonesia.
"Kita khawatir ini semangatnya bukan semangat demokrasi, tapi semangat oligarki. Dan ini berbahaya bagi masa depan Indonesia," demikian Ali.
- Hasyim Asyari Sempat Verifikasi Keabsahan Ijazah Jokowi ke UGM, Ini Hasilnya
- PAN Kirim Sinyal Tak akan Dukung Gibran di Pilpres 2029
- KPK Ungkap Harun Masiku Tak Mampu Suap Wahyu Setiawan