Triliunan Dana Perlindungan Sosial Belum Mampu Turunkan Kemiskinan Ekstrem di Sumsel 

Ilustrasi kemiskinan (dok/rmolsumsel.id)
Ilustrasi kemiskinan (dok/rmolsumsel.id)

Sepanjang 2022, pemerintah pusat sudah menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk program perlindungan sosial. Namun, dana tersebut belum mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Sumsel. 


Bahkan, angka kemiskinan ekstrem di Sumsel malah mengalami kenaikan. Dari 3,14 persen di 2021 menjadi 3,19 persen. Angka tersebut menjadi yang tertinggi di Sumatera dan nasional. 

Kepala Ditjen Perbendaharaan Sumsel, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pemerintah pusat telah mengalokasikan sejumlah dana perlindungan sosial yang cukup besar ke wilayah Sumsel. 

Seperti PKH mencapai Rp 858,25 miliar. Lalu, sembako Rp 1,15 triliun, BLT desa Rp2,56 triliun, BLT minyak goreng Rp 144,45 miliar, BLT BBM Rp1330,70 triliun, BSU Rp154,85 miliar. 

Hanya saja, dana tersebut belum mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Sumsel. Walaupun untuk tingkat kemiskinan ada penurunan dari 12,84 persen di 2021 menjadi 11,9 persen di 2022. 

"Untuk tingkat kemiskinan ekstrem ini lebih tinggi dari provinsi lain di Sumatera bahkan nasional. Kalau secara nasional saja hanya 2,04 persen," kata Lydia saat dibincangi wartawan. 

Dia mengatakan, gelontoran dana bantuan perlindungan sosial ke masyarakat menurutnya tak diringi dengan pemberdayaan masyarakat. Sehingga, dana yang diterima langsung digunakan untuk konsumsi. "Seharusnya bisa membangun kemandirian ekonomi masyarakat," katanya. 

Menurut Lydia, perlu dilakukan kajian ulang terkait kebijakan pengentasan kemiskinan, naik yang dijalankan pemerintah daerah maupun pusat. Sehingga, seluruh program bisa berjalabn lebih efektif. Seperti program PKH yang masih banyak tumpang tindih data. 

"Kami terus mencari solusi agar berbagai program yang berjalan bisa tepat guna dan sasaran," tandasnya.