Dua budayawan asal Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) Kemas A.R. Panji dan Vebri Al Lintani menilai jika kain jumputan Palembang wajib dilestarikan.
- Jungle Survival Camp, Beri Pengalaman Baru Pecinta Alam Bebas
- Trail Adventure Jadi Salah Satu Event Pengembangan Pariwisata PALI
- Keren ! Ada Wifi Gratis di Halte Transjakarta
Baca Juga
Kain yang tidak asing lagi bagi warga ini, berbahan lembut serta memiliki ragam motif yang estetik dan cantik.
"Tidak kalah elegan dengan kain khas Sumsel lain, seperti songket, tajung, blongsong, prada dan batik jupri," Vebri. Sebab, dengan kondisi saat ini apabila tidak dilestarikan maka kain jumputan bisa hilang ditelan zaman.
Utamanya di kota Palembang, saat anak muda mulai kurang peduli dengan budaya dan identitas daerah yang patut dikhawatirkan oleh pemegang kepentingan.
Padahal kain jumputan pembuatannya terbilang unik dan cukup mudah dilakukan. “Jumputan merupakan kerajinan tangan yang dibuat dengan cara menjumput (pungut dengan jari) bagian-bagian tertentu pada kain dan diikat serta diberi pewarnaan,” jelas Vebri.

Salah satu yang dapat dilakukan untuk melestarikan kain jumputan selain menggunakannya untuk beraktifitas, juga dengan menggelar berbagai even yang memperkenalkan kain kebanggaan Sumsel ini.
“Kita harus bangga dengan kain jumputan ini, karena ini adalah kearipan lokal kita yang perlu dikembangkan” kata Kemas Ari Panji.
Beberapa waktu lalu, kelompok mahasiswa pecinta alam dari fakultas ekonomi Universitas Sriwijaya juga pernah ikut memperkenalkan kain jumputan. Tim yang terbagi dua tim pertama kali membawa kain jumputan dalam ekspredisi pemanjatan tebing di Ha Long Bay, Vietnam.
Tak lama berselang tim ekspedisi putra berhasil membawa kain jumputan ke puncak tertinggi Afrika di Gunung Kilimanjaro dan Puncak tertinggi daratan Russia di Gunung Elbrus.