Persidangan terhadap 10 orang anggota nonaktif DPRD Muara Enim yang terlibat kasus korupsi penerimaan hadiah atau fee 16 paket proyek dan pengesahan APBD tahun 2019 memasuki agenda vonis. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidan Korupsi (Tipikor) Palembang menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun plus mencabut hak politiknya.
- Kakanwil Kemenkumham Sumsel Apresiasi Pembangunan Kantin E-Pas dan Optimalisasi Wartelsus Lapas Muara Enim
- Cium “Permainan” Berkas, Keluarga Korban Penembakan di OKI Bersurat ke Mabes Polri dan Kejagung RI
- Datangi KPK, Kontraktor Lokal Laporkan Dugaan Gratifikasi dan Persekongkolan dalam Proyek Lelang di Kabupaten OKU
Baca Juga
Keputusan tersebut diambil karena 10 anggota nonaktif DPRD Kabupaten Muara Enim itu terbukti bersalah menerima hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa serta pengesahan APBD Tahun Anggaran 2019.
Hukuman penjara 4 tahun tersebut diikuti denda Rp200 juta subsider kurungan sebulan. Selain itu, majelis hakim juga mewajibkan para terdakwa membayar uang pengganti masing-masing Rp300 juta, Rp250 juta, dan Rp200 juta selambat-lambatnya selama 1 bulan.
Para anggota nonaktif DPRD Muara Enim tersebut adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Piardi, Subahan, Mardiansah, Fitrianzah, Marsito, Muhardi, Ari Yoca Setiaji, dan Ahmad Reo Kesuma.
“Memutuskan, memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama 2 tahun setelah masa pidana pokok para terdakwa itu selesai,” kata Ketua Majelis Hakim, Efrata Happy Tarigan dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (25/5).
Menurut hakim, hukuman pencabutan hak politik itu diberikan untuk mengembalikan kepercayaan publik yang telah tercederai oleh perbuatan para terdakwa. Sebab, mereka terbukti menerima hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Muara Enim.
“Jabatan para terdakwa merupakan suatu jabatan publik yang dipilih semua warga Kabupaten Muara Enim melalui pemilihan umum. Seharusnya mereka menjadi teladan, namun justru mencederai kepercayaan tersebut dengan melakukan korupsi maka kami menilai perlu dilakukan pencabutan hak politik itu,” terang Efrata.
Menurut Hakim, hukuman yang diberikan tersebut berdasarkan pemeriksaan keterangan saksi dalam persidangan dan didukung barang bukti. Para terdakwa itu terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama dari Jaksa Penuntut Umum KPK.
Para terdakwa terbukti menerima hadiah atau janji senilai Rp2,360 miliar sebagai bagian realisasi komitmen fee 15 persen rencana pekerjaan 16 paket di Dinas PUPR Muara Enim tahun anggaran 2019, yang bersumber dari Robi Okta Pahlevi (selaku kontraktor) untuk memenangkan proyek tersebut.
Dalam perjalanannya, kasus tersebut dilakukan para terdakwa secara bersama-sama dengan Ahmad Yani (mantan Bupati Muara Enim), Ramlan Suryadi (mantan Plt Kepala Dinas PUPR Muara Enim), A Elfin Mz Muchtar (mantan Kabid di Dinas PUPR Muara Enim), Aries H.B. (mantan Ketua DPRD Muara Enim), dan Juarsah (mantan Pj Bupati Muara Enim).
“Hadiah atau janji itu diberikan supaya para terdakwa melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai anggota DPRD, untuk melancarkan urusan proyek itu mereka saling berkaitan (dengan para pejabat yang telah dijatuhi putusan pidana dan telah inkrah),” tutur Efrata.
Atas perbuatan tersebut, 10 anggota nonaktif DPRD Muara Enim itu telah melanggar pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim memberikan waktu 7 hari ke depan kepada para terdakwa melalui penasihat hukum masing-masing untuk memutuskan menerima atau banding atas vonis tersebut.
- Renovasi Gedung PN Palembang Habiskan Anggaran Hingga Rp25 Miliar, Bangunan Dibuat Standar Terbaru Mahkamah Agung
- Renovasi Gedung, PN Palembang Boyong Pelayanan ke Museum Tekstil
- Sidang Kasus Penganiayaan Dokter Koas RSUD Siti Fatimah: Lady Ungkap Ketegangan Sebelum Terjadi Insiden Pemukulan