Banjir parah di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu pekan lalu disinyalir terjadi akibat maraknya aktivitas pertambangan. Seperti disuarakan oleh aktivis lingkungan yang telah diulas dalam pemberitaan sebelumnya.
- Gagal Menyalip, Seorang Ibu Rumah Tangga Tewas Kecelakaan di Palembang
- Penerbangan Tak Perlu Cemari Udara, Aktivis Iklim Serbu Bandara Schiphol
- TNI Unjuk Gigi, Alutsista Canggih Diturunkan di Puncak Latgab Super Garuda Shield 2023
Baca Juga
Sayangnya, tidak hanya perusahaan swasta, aktivitas pertambangan yang merugikan masyarakat dan merusak lingkungan juga diduga dilakukan oleh perusahaan milik negara (Baca: BUMN). Yaitu, aktivitas penambangan tanah liat (clay) yang dilakukan oleh PT Semen Baturaja (SMBR) anak usaha dari PT Semen Indonesia (SIG).
Selain menyebabkan bencana ekologis, aktivitas penambangan ini juga diduga dilakukan secara sengaja diluar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga proses operasi produksi di kawasan Desa Air Gading Kecamatan Baturaja Barat itu bisa disebut ilegal.
Dalam penelusuran, tambang itu masuk dalam kategori mineral bukan logam yang izinnya dikeluarkan oleh Gubernur Sumsel dengan nomor SK 0034/DPMPTSP.V/I/2020 yang mulai berlaku 29 Januari 2020 sampai 23 Maret 2025. Citra satelit yang diperoleh Kantor Berita RMOLSumsel menunjukkan, aktivitas penambangan itu dilakukan di luar batas wilayah yang dimiliki oleh perusahaan.
Jika benar, kegiatan penambangan diluar IUP jelas telah melanggar UU No3/2020 tentang perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Seperti yang tertuang dalam Pasal 158 berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)."
Secara tidak langsung, jika penambangan ini dilakukan oleh SMBR maka sudah terjadi ketidaksesuaian dengan laporan yang telah disampaikan ke pihak berwenang. Untuk itu, sanksinya juga telah diatur yakni seperti yang tertuang pada Pasal 159 yang berbunyi:
"Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110 atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."
Patut dicatat pula, bila tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.
Lebih jauh, jika terbukti maka pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum sudah menanti, sesuai dengan ketentuan pada pasal 164 belaid tersebut.

Dewan Dorong Sanksi Tegas, Dinas LHP Segera Tindaklanjuti
Aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat di Sumsel kerap menjadi sorotan karena lemahnya pengawasan.
Oleh sebab itu, Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Holda mendorong regulator untuk bisa memberikan sanksi tegas bagi perusahaan pelanggar aturan ini.
Holda mengatakan, perusahaan tersebut harus diberikan efek jera sehingga menjadi contoh perusahaan lainnya untuk tidak berbuat serupa. "Harus ada efek jera. Jangan sampai dibiarkan karena dampaknya sudah terasa saat banjir di OKU beberapa Waktu lalu," kata Holda.
Menurut Holda, industri ekstraktif seperti pertambangan memberikan dampak langsung terhadap masyarakat atas perubahan bentang alam maupun limbah yang dihasilkan. Jika tidak menaati regulasi yang dibuat, maka kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akan berimbas ke masyarakat luas.
"Kerugian negara yang timbul untuk memperbaiki kerusakan lingkungan ini juga cukup besar. Jadi perusahaan wajib menaati aturan yang ada," tegasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas LHP Sumsel Herdi Apriansyah melalui Kabid Gakkum Yulkar Pramilus mengatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan yang masuk dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran lingkungan dalam aktivitas pertambangan di Sumsel.
"Kami segera meneliti laporan yang masuk dan akan memverifikasinya di lapangan," ucapnya.
Sementara itu, Ketua LSM Pemuda Hijau Sumatera Selatan, Meldy Raka mendorong aparat penegak hukum diminta turun tangan atas sejumlah pelanggaran lingkungan yang dilakukan perusahaan. "Regulasinya sudah ada. Sanksi pidananya juga disiapkan, seharusnya APH jangan segan untuk masuk menegakkan aturan seperti yang telah dilakukan institusi Kejaksaan terhadap kasus tambang timah di Bangka," tegasnya.
Selain itu, kata Meldy, perusahaan sekelas BUMN seharusnya dapat memberikan contoh yang baik dalam menerapkan good mining practice. "Bukannya malah bertindak sebaliknya," tandasnya.
- SMBR Fasilitasi Pelaku UMKM OKU Tingkatkan Penjualan dan Daya Saing
- Semen Baturaja Gelar Pelatihan Tanggap Darurat Bencana untuk Warga Talang Jawa
- Aktivis Desak APH Usut Dugaan Penambangan di Luar IUP PT Semen Baturaja (SMBR)