Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek jaringan gas (Jargas) PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Selasa (3/12) lalu. Masih menimbulkan misteri terkait jumlah aliran dana sebesar Rp1,8 miliar yang diterima terdakwa mantan Direktur Utama PT SP2J Ahmad Nopan.
- Oknum ASN dan Tiga Saudaranya Ditangkap Polisi Saat Pesta Sabu
- Dugaan Pencemaran Golden Oilindo Nusantara di Ogan Ilir Jadi Sorotan, Tim Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Segera Turun
- Kemenkumham Sumsel Matangkan Persiapan Upacara HUT RI dan Hari Kemenkumham Ke-78
Baca Juga
Pasalnya keterangan kedua pegawai PT SP2J yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan, saling bertolak dengan pengakuan Ahmad Nopan yang hanya menerima Rp500 juta dalam perkara tersebut. Lantas kemana aliran Rp1,3 miliar? jika terdakwa mengaku hanya meneriman Rp500 juta.
Diketahui, kasus yang merugikan negara hingga Rp 3,9 miliar ini menyeret empat tersangka, yakni Ahmad Nopan (mantan Direktur Utama PT SP2J), Antony Rais (mantan Direktur Operasional), Sumirin T Tjinto (mantan Direktur Keuangan), dan Rubinsi (mantan Direktur Umum).
Dalam persidangan, majelis hakim mengkonfrontasi kesaksian dua pegawai PT SP2J, Indra Kusnadi dan Arie, dengan terdakwa Ahmad Nopan terkait aliran dana Rp 1,8 miliar. Kedua saksi mengungkapkan bahwa uang tersebut terdiri dari Rp 750 juta hasil fee pembelian pipa Jargas dan dana tambahan dari pemotongan upah pekerja yang diserahkan secara bertahap.
"Uang diserahkan secara bertahap di berbagai lokasi, seperti parkiran kantor PT SP2J dan pinggir jalan di Palembang," ungkap Indra Kusnadi di persidangan.
Saksi Arie menambahkan bahwa total uang Rp 1,8 miliar tersebut terdiri dari fee pembelian pipa Jargas sebesar Rp 750 juta, yang awalnya ditransfer oleh penyedia pipa ke rekening kepala tukang. Sisa dana berasal dari pemotongan upah pekerja, yang diserahkan kepada Ahmad Nopan setiap minggu.
Namun, Ahmad Nopan membantah kesaksian tersebut. Ia mengklaim hanya menerima Rp 500 juta yang digunakan untuk operasional kantor. "Saya hanya menerima Rp 500 juta, itu untuk operasional kantor," tegasnya.
Pernyataan ini memancing reaksi dari majelis hakim yang mempertanyakan sisa Rp 1,3 miliar jika benar terdakwa hanya menerima Rp 500 juta. "Ada pihak yang tidak berkata jujur. Siapa yang sebenarnya berbohong?" ujar Ketua Majelis Hakim, Pitriadi SH, MH.
Saksi Indra dan Arie bersikukuh bahwa Ahmad Nopan menerima uang Rp 1,8 miliar secara bertahap, sementara terdakwa tetap pada keterangannya bahwa jumlah tersebut tidak benar.
"Indra dan Arie yang berbohong," ujar Ahmad Nopan. Sebaliknya, kedua saksi dengan tegas menyatakan, "Ahmad Nopan yang berbohong."
Mendengar keterangan dalam persidangan tersebut, majelis hakim menegaskan pihaknya memiliki pertimbangan dan keyakinan soal aliran uang tersebut. "Hakim itu punya keyakinan. Dimana ada bukti maka Hakim yakin. Kalau Jaksa dan Penasihat Hukum tidak diperlukan keyakinan, makanya kami memiliki pertimbangan dan akan menilai untuk mendapatkan bukti dan keyakinan dalam perkara ini," pungkas Ketua Majelis Hakim.
Sidang kasus korupsi yang mencuri perhatian publik ini akan dilanjutkan pada 13 Desember 2024 dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) .
- Empat Terdakwa Korupsi Proyek Jargas PT SP2J, Ahmad Nopan Dihukum 3 Tahun Penjara
- Mantan Dirut Dituntut 6 Tahun Penjara, Jaksa Ungkap Peran Direksi SP2J Sepakat Terbitkan SK Swakelola
- Faktor Usia dan Kesehatan, Satu Tersangka Dugaan Korupsi Jargas Ajukan Penangguhan