Sidang Korupsi Dana Hibah Bawaslu Muratara, Saksi Sebut Tanggung Jawab Ketua

Sidang Korupsi Dana Hibah Bawaslu Muratara di Pengadilan Tipikor Palembang/ist
Sidang Korupsi Dana Hibah Bawaslu Muratara di Pengadilan Tipikor Palembang/ist

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lubuklinggau, menghadirkan delapan terdakwa dalam sidang perkara dugaan korupsi dana hibah pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Musi Rawas Utara Tahun Anggaran (TA) 2019-2020.


Kedelapan terdakwa tersebut yakni, Munawir selaku Ketua Bawaslu, M Ali Asek, Paulina, Kukuh Reksa Prabu, Siti Zahri, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat.

Pada sidang sesi pertama di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (26/7), tim JPU Lubuklinggau menghadirkan saksi Duman Fascal selaku Kepala BPKAD dan Izhar Kabid Anggaran.

Kedua saksi ditanya oleh majelis hakim yang diketuai Efrata Heppy Tarigan SH MH, mengenai proses pencairan dan pertanggungjawaban dana hibah yang dikucurkan Pemerintah Kabupaten Muratara sebesar Rp 9,5 untuk pelaksanaan kegiatan Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden tahun 2019 dan Pilkada Muratara tahun 2020.

Sebab, dari nilai dana hibah sebesar Rp 9,5 miliar tersebut, telah terjadi dugaan korupsi Rp 2,5 miliar.

"Saudara saksi Duman inikan Kepala BPKAD Muratara, terkait dana hibah tersebut siapa yang bertanggung jawab melakukan pencairan?," tanya hakim.

"Proses pencairan dan yang bertanggung jawab atas dana hibah adalah ketua Bawaslu. Karena yang menandatangani surat pencairan hibah, fakta integritas adalah ketua Bawaslu," jawab  saksi Duman Fascal.

Ungkapan yang sama juga disampaikan saksi Ihzar selaku Kabid Anggaran BPKAD saat ditanya oleh majelis hakim. "Pertanggungjawaban penggunaan dana hibah adalah ketua Bawaslu yang mulia," ujarnya.

Untuk diketahui dalam perkara tersebut, sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari Lubuklinggau menyebut bahwa para terdakwa telah melakukan dugaan korupsi dana hibah tahun anggaran 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp2,5 miliar dari nilai total dana hibah Rp9,5 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres ditahun 2019, serta pilkada Muratara di tahun 2020.

Dalam pelaksanaan kegiatan Bawaslu Muratara, ada kegiatan yang di mark-up atau penggelembungan anggaran, diantaranya biaya sewa gedung laboratorium komputer SMA Bina Satria untuk seleksi anggota pengawas kecamatan (Panwascam) berbesar Rp40 juta, akan tetapi dari pelaksanaan tersebut pihak sekolah hanya menerima Rp11 juta.

Selain itu, untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada.

Serta dana hibah Bawaslu juga diberikan kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp100 juta atas inisiatif terdakwa Munawir selaku ketua Bawaslu.

Atas perbuatannya, JPU menjerat para terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.