Sidang Kasus Penganiayaan Dokter Koas RSUD Siti Fatimah: Lady Ungkap Ketegangan Sebelum Terjadi Insiden Pemukulan

Sidang lanjutan kasus penganiayaan yang melibatkan Muhammad Luthfi Hadhyan, Ketua Stase Anak di Rumah Sakit Siti Fatimah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang/ist
Sidang lanjutan kasus penganiayaan yang melibatkan Muhammad Luthfi Hadhyan, Ketua Stase Anak di Rumah Sakit Siti Fatimah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang/ist

Sidang lanjutan kasus penganiayaan yang melibatkan Muhammad Luthfi Hadhyan, Ketua Stase Anak di Rumah Sakit Siti Fatimah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Senin (17/3/2025). Sidang kali ini menghadirkan tiga saksi, termasuk Lady Aurelia dan ibunya, Sri Meilina, untuk memberikan keterangan terkait peristiwa yang terjadi.


Dalam kesaksiannya, Lady, yang merupakan anak dari Sri Meilina, mengungkapkan bahwa dia menerima rekaman suara dari Luthfi yang terdengar tegas dan bernada tinggi. "Seingat saya, rekaman itu berisi kalimat: 'Sudah diatur jadwal jaga, kalau tidak suka atur sendiri!' dengan nada meninggi," ucap Lady di persidangan.

Lady mengaku merasa tersinggung dengan rekaman tersebut dan segera menceritakan kejadian itu kepada ibunya. "Saya cerita ke ibu soal rekaman suara itu dan keseharian saya sebagai koas di RS Siti Fatimah. Tapi, rekamannya sudah terhapus," tambahnya.

Mendengar cerita anaknya, Sri Meilina merasa tidak terima dengan sikap Luthfi yang dianggap tidak sopan terhadap perempuan. "Ibu saya kaget, katanya tidak menyangka seorang laki-laki bisa berbicara kasar begitu ke perempuan," ujar Lady, mengutip reaksi ibunya.

Merasa perlu klarifikasi, Sri Meilina berinisiatif menemui Luthfi tanpa sepengetahuan anaknya. "Ibu saya sempat minta nomor Lutfi, tapi tidak saya kasih karena takut masalahnya semakin panjang," jelas Lady.

Sri Meilina mengungkapkan bahwa dia pergi ke restoran Brassery Demang Lebar Daun untuk menemui Luthfi dan membahas soal jadwal jaga koas anaknya yang dianggap tidak adil. Namun, saat bertemu dengan Luthfi dan dua rekannya, Sri merasa diperlakukan tidak hormat. 

"Saat saya berbicara, mereka menunjukkan sikap seolah meremehkan saya, saya ini sudah 52 tahun, saya seperti tidak dihargai sebagai orang yang lebih tua," kata Sri Meilina di persidangan.

Situasi semakin memanas ketika terdakwa, Fadilla alias Datuk, yang merupakan sopir pribadi Sri Meilina, melihat bagaimana Luthfi dan temannya tidak menghormati atasannya. "Saya juga kaget ketika Datuk tiba-tiba emosi dan memukul Lutfi. Saya tidak pernah menyuruhnya untuk itu," tegas Sri Meilina.

Dari fakta persidangan, terungkap bahwa Fadilla merasa geram melihat Luthfi tidak merespons baik perkataan Sri Meilina. Sikap diam Luthfi yang dianggap meremehkan semakin memancing emosi Fadilla. "Saat itu Lutfi hanya diam dan membiarkan ibu saya berbicara sendiri. Melihat itu, Datuk mendorong bahu Lutfi sebelum akhirnya terjadi pemukulan," ungkap Lady.

Dalam persidangan, pihak terdakwa menegaskan bahwa tidak ada instruksi dari Sri Meilina untuk melakukan penganiayaan. Fadilla sendiri mengaku bertindak spontan karena merasa Luthfi bersikap tidak sopan dan tidak menghormati orang tua.

Sidang akan dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan lebih lanjut dari para saksi lainnya. Proses hukum ini akan menentukan apakah Fadilla dapat dijerat dengan pasal yang sesuai terkait tindak penganiayaan yang terjadi.