Sejarawan: Hari Jadi Palembang 17 Juni Perlu Kajian Ulang

Sejarawan Sumsel Syafruddin Yusuf (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)
Sejarawan Sumsel Syafruddin Yusuf (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)

Palembang termasuk kota tertua di Indonesia dan sebentar lagi akan berulang tahun ke 1.338 pada 17 Juni 2021. Namun, sejarawan Sumatera Selatan (Sumsel) Syafruddin Yusuf mempunyai penilaian tersendiri terkait hari jadi Kota Palembang.


Dosen FKIP Jurusan Sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) ini menilai, tanggal 17 Juni sebagai hari jadi Kota Palembang kurang tepat. Menurutnya, penanggalan tersebut lebih baik diluruskan sesuai dengan Prasasti Kedukan Bukit. 

“Prasasti Kedukan Bukit tertanggal 16 Juni 682 M. Atas Prasasti Kedukan Bukit itulah harusnya ditentukan tanggal hari jadi Kota Palembang, bukan tanggal 17 Juni, “ kata Syafruddin Yusuf, Selasa (15/6).

Syafruddin mengaku, dirinya memegang risalah rapat penentuan tanggal hari jadi Kota Palembang. Sebelumnya, menurut dia, dibentuk tim penentuan hari jadi Kota Palembang di tahun 1971 yang beranggotakan Rusdi Kosim, Makmun Abdullah, Raden M Akib, dan perwakilan dari Kodam II Sriwijaya.

“Waktu diskusi tentang hari jadi Kota Palembang itu, tim ini menyebutkan tanggal 16 Juni itu berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit. Tapi, untuk menentukan hari jadinya dipersilahkan Wali Kota Palembang menentukan tanggal. Wali Kota saat itu Tjek Yan, menetapkan 17 Juni sebagai hari jadi Kota Palembang,” jelasnya.

Menurut Syafruddin, alasan Wali Kota Palembang Tjek Yan waktu itu menentukan tanggal hari jadi Kota Palembang 17 Juni agar mudah diingat, seperti halnya 17 rakaat dan 17 Agustus. “Mungkin waktu itu katakanlah kesalahan. Kenapa tim tidak langsung menyerahkan hasil keputusan tanggal 16  Juni dan Wali Kota tinggal menetapkan,” ulasnya.

Dia juga mempertanyakan penanggalan dari prasasti Kedukan Bukit. Syafruddin meragukan, apakah tanggal 5 Asada memang tanggal 16 Juni, sebab bulan Asada jatuhnya bulan Mei sampai juni. Sebab, ia sudah baca beberapa sumber tulisan dari  peneliti  lama tidak ada menyebutkan 5 Asada sama dengan tanggal 16 Juni. 

“Kalau dianggap itu bisa diputuskan 16 juni, berarti dikembalikan ke berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni,” katanya.

Syafruddin menyarankan, perlu ada kajian ulang mengenai penentuan tanggal hari jadi Kota Palembang ini. Hasilnya disampaikan ke DPRD Palembang dan selanjutnya dari DPRD Palembang ke Wali Kota Palembang. Saran lainnya, DPRD Palembang mengusulkan kepada Wali Kota Palembang untuk membentuk tim kajian ulang penentuan tanggal hari jadi kota Palembang itu. Tim kajian ulang harus diisi oleh para sejarawan dan arkeolog, terutama yang bisa membaca tulisan Prasasti Kedukan Bukit tersebut.

“Tulisan tentang terjemahan dari prasasti Kedukan Bukit  itu sudah banyak  dan sudah diakui secara umum baik tulisan Buchori, tulisan Codes. Tinggal penanggalan saja. Kalau memang mau diluruskan itu harus ada ada kajian ulang tentang tanggal hari jadi kota Palembang," ujar dia.

Disinggung penanggalan 17 Juni yang tidak dianggap sebagai kesalahan oleh Pemkot Palembang dan masyarakat, menurut Syafruddin karena pijakan penanggalan hari jadi Kota Palembang sudah berdasarkan keputusan Wali Kota Palembang. “Yang tahu soal itu orang-orang sejarah, kalau pejabat tidak tahu,” tukasnya.