Kebutuhan jagung untuk industri pakan di Indonesia bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri. Namun kondisi berbeda terjadi pada kebutuhan industri pangan.
- KAI Divre III Palembang Tandatangani Kerja Sama dengan Kejati Sumsel
- 25,9 Ton Komoditi Pertanian Sumsel Diekspor ke 13 Negara, Nilainya Rp173 Miliar
- BTN Komitmen Dukung Implementasi Gerakan APUPPT - PPATK
Baca Juga
“Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan saat ini mencapai 8 hingga 9 juta ton per tahun. Hampir 100 persen dari kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, Jumat (6/5).
Di sisi lain, lanjut Febri, kebutuhan industri pangan baru bisa belum bisa dipenuhi dari produksi jagung tanah air.
Menurut Febri, pada tahun 2021, kebutuhan bahan baku jagung bagi industri pangan yang mencapai sekitar 1,2 juta ton baru dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebesar 7 ribu ton.
Sedangkan kebutuhan jagung untuk industri pangan di tahun 2022 diperkirakan meningkat menjadi sekitar 1,5 – 1,6 juta ton seiring dengan sudah beroperasinya satu investasi industri pati jagung baru di dalam negeri.
Dijelaskan Febri, masih rendahnya pasokan jagung dari dalam negeri untuk industri pangan disebabkan sulitnya mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoksin di bawah 20 ppb (part per billion).
“Itu merupakan angka maksimum kandungan aflaktoksin dalam jagung yang dipersyaratkan untuk industri pangan. Sedangkan untuk bahan baku industri pakan, angka aflaktoksin maksimum 50 ppb,” kata Febri.
Aflatoksin adalah cemaran mikotoksin yang dihasilkan dari metabolisme cendawan Aspergilus flavus, yang terkandung dalam biji jagung serta kacang-kacangan dan bersifat karsinogenik. Kandungan aflatoksin yang dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi batas dan dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan.
Amerika Serikat menetapkan kandungan aflaktoksin total pada pangan maksimum 20 ppb. Sementara itu, Uni Eropa memberlakukan aturan kandungan aflatoksin total yang lebih ketat pada produk pangan yaitu maksimum sebesar 4 ppb, bahkan untuk susu formula dipersyaratkan bebas kandungan aflatoksin.
Di Indonesia, standar mengenai kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan maupun pakan telah diatur dalam SNI 8926:2020 tentang Jagung, yaitu sebesar 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan.
“Dengan demikian, angka tersebut merupakan batas aman kandungan aflatoksin dalam jagung,” kata Febri.
Dalam SNI ini, selain kandungan aflatoksin total, diatur pula kadar air maksimal pada jagung. Ini juga merupakan salah satu parameter syarat mutu penting yang digunakan oleh industri dalam pemilihan jagung sebagai bahan baku industri, khususnya industri pangan.
Untuk mendapatkan jagung dengan kandungan kadar aflatoksin total di bawah 20 ppb, jagung hasil panen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yg tidak banyak terdapat kandungan uap air, seperti silo. Yang menjadi kendala, saat ini jumlah mesin pengering dan silo tempat penyimpanan jagung sangat terbatas. Sehingga, hasil panen jagung dari dalam negeri belum maksimal diolah menjadi bahan baku yang memenuhi kriteria industri pangan.