Produksi Buah Kopi Berkurang, Paceklik di Pagaralam Diprediksi Bakal Panjang

Panen Kopi Pagaralam. (Dok. RmolSumsel.id)
Panen Kopi Pagaralam. (Dok. RmolSumsel.id)

Sebagai daerah yang mayoritas masyarakatnya petani kopi yang penggerak utama ekonominya sangat bergantung pada fluktuasi hasil panen,setiap tahun kota Pagar Alam selalu mengalami musim paceklik.


Kondisi ini lantaran indikator utama ekonomi daerah ini sangat dipengaruhi oleh interval dan periodesasi panen buah kopi yang hanya terjadi satu tahun sekali yakni hanya berlangsung selama 4 bulan sehingga 8 bulan berikutnya aktivitas ekonomi akan stagnan dan cenderung menurun imbas dari melemahnya tingkat konsumsi serta  daya beli masyarakat yang menyebabkan sektor perdagangan berada di titik terendah.

Berbagai usaha sudah ditempuh pemerintah untuk menghilangkan stigma Paceklik yang sudah menjadi momok ini. Mulai dari membantu petani teknik memperbanyak hasil panen dengan metode sambung pucuk kopi dan sebagainya. Namun nyatanya selain soal teknis pertanian, cuaca dan iklim juga sangat mempengaruhi apakah musim Paceklik akan berlangsung singkat atau panjang. 

Seperti yang dituturkan Wansah (47), seorang petani pekebun kopi yang mengatakan bahwa musim Paceklik tahun ini nampaknya akan berlangsung panjang. 

Alasannya, masa panen raya buah kopi yang diperkirakan pada bulan Mei mendatang tidak akan menghasilkan buah yang banyak. Pasalnya curah hujan tinggi disertai badai angin pada bulan-bulan sebelumnya telah membuat bunga kopi yang bakal menjadi buah akan rontok, terutama di wilayah perkebunan di dataran yang lebih tinggi. 

Wansah, memperkirakan akibat kondisi ini, tanaman kopi hanya akan berproduksi di bawah 50 persen dan ini sangat mempengaruhi pendapatan petani yang setahun sekali ini, sehingga hal inilah yang menjadi alasan musim paceklik tahun ini akan diprediksi akan berlangsung lebih panjang. 

 "Curah hujan tinggi disertai badai angin beberapa bulan yang lalu membuat bunga dan buah muda kopi banyak yang rontok sehingga perkiraan saya tahun ini panen tinggal hanya setengahnya saja dan paceklik bakalan panjang," keluhnya Kamis, (9/02)

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) kota Pagar Alam pernah memaparkan bahwa daerah atau wilayah terlalu mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan seperti kota Pagar Alam akan selalu berada pada ancaman kemiskinan dengan indikator hasil panen yang tidak menentu. Faktor iklim dan cuaca serta fluktuasi harga komoditi sehingga mayoritas masyarakat kota Pagar Alam mempunyai metode menahan pola konsumsinya yang terjadi pada interval waktu selama belum masuk masa panen buah kopi yang mengakibatkan sektor perdagangan umum menjadi korbannya. 

"Mayoritas masyarakat kota Pagar Alam mempunyai pola menahan konsumsinya sebab musim panen hanya berlangsung setahun sekali ditambah fluktuasi harga serta iklim sangat mempengaruhi hasil panen dan tingkat pendapatan juga konsumsi masyarakat. Hal inilah yang menjadi indikator utama makro ekonomi daerah ini," jelas Kepala BPS kota Pagar Alam, Dedi Fahlevi beberapa waktu lalu. (TH)