Politisi Nasdem Sebut WIUPK bagi Ormas Keagamaan Dinilai Tidak Urgen dan Diskriminatif

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Nasdem, Subardi/Ist
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Nasdem, Subardi/Ist

Keputusan pemerintah untuk membuka Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) bidang keagamaan mendapat kritik tajam. 


Keputusan ini dianggap tidak memiliki urgensi dan bahkan bersifat diskriminatif, terutama karena banyak ormas lain di luar bidang keagamaan yang tidak mendapatkan perlakuan serupa.

"Apa urgensinya? Ormas diatur dalam UU Ormas dan itu bukan lembaga bisnis. Ormas apa pun itu tidak berbisnis," kata Anggota Komisi VI DPR RI, Subardi, dalam keterangan resminya, Rabu (12/6).

Pemberian izin khusus bagi ormas ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Subardi menegaskan bahwa pemberian izin tambang seharusnya didasarkan pada profesionalisme dalam pengelolaan tambang, bukan kontribusi ormas kepada bangsa. Ia juga mempertanyakan pengalaman ormas di sektor pertambangan. 

"Karena konsesi tambang bukan sebatas izin di lembaran kertas. Ada proses yang panjang. Ada tuntutan profesional, tuntutan modal, lingkungan, dan sebagainya. Ormas selama ini kan tidak pernah ngurusi tambang," tambah Ketua DPW Nasdem DIY itu.

Sesuai Pasal 83A ayat 6 PP 25 Tahun 2024, jangka waktu pemberian WIUPK berlaku selama 5 tahun. Aturan ini hanya memberikan izin tambang untuk enam ormas keagamaan, yang mewakili semua agama resmi di Indonesia.

Subardi menilai, pada akhirnya ormas penerima izin tambang akan menjadi kontraktor tambang karena lahan yang diberikan akan dikelola kembali oleh pihak ketiga. "Akhirnya apa yang terjadi? Ya jual kertas, jual lisensi, jual izin. Apakah kita akan berbisnis seperti itu?," pungkasnya.