Jabatan komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya menjadi teladan dengan diisi oleh figur antikorupsi dan memiliki track record yang baik.
- Pemerintah tolak Masa Jabatan KPUD Berakhir Serentak, Mahfud MD :Demi Demokrasi
- Antisipasi Lonjakan Harga Pangan, Pemerintah Siapkan Sejumlah Kebijakan
- Sembilan Kapal Asing Ditangkap Selama 2022
Baca Juga
Begitu tanggapan Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ipi Maryati, menanggapi diangkatnya Emir Moeis sebagai Komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang merupakan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero).
"Bagi KPK, pejabat publik seharusnya menjadi teladan, sehingga untuk dapat menduduki jabatan publik harus diisi oleh figur-figur yang antikorupsi dan memiliki track record yang baik," ujar Ipi kepada wartawan, Jumat (6/8).
Sehingga kata Ipi, selain aspek kompetensi, integritas juga merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki setiap pejabat publik.
"Tidak hanya persoalan etis dan kepantasan, tapi saya kira ini juga sejalan dengan semangat bangsa ini untuk memerangi korupsi," kata Ipi.
Meski demikian, setelah diangkat menjadi Komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Emir Moeis diimbau untuk segera melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Benar. Berdasarkan data pada aplikasi eLHKPN tercatat laporan kekayaan yang disampaikan kepada kami terakhir adalah pada 26 Januari 2010 dalam kapasitas sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014," ujar Ipi.
Sehingga kata Ipi, setelah diangkat dalam jabatan publik, maka terikat kewajiban untuk menyampaikan kembali LHKPN kepada KPK.
Apalagi, hal tersebut diperkuat di dalam aturan internal PTPI yang mewajibkan para pejabat di lingkungannya beserta anak perusahaannya untuk melaporkan harta kekayaan.
"Kami mengimbau agar memenuhi kewajiban tersebut," ungkapnya.
Emir Moeis pernah terjerat kasus korupsi dan berurusan dengan KPK. Di mana, pada 20 Juli 2012 lalu, Emir ditetapkan sebagai tersangka karena menerima hadiah atau janji sebesar 357 ribu dolar AS dari Konsorsium Alstom Power Incorporated (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI).
Penerimaan hadiah atau janji tersebut terjadi saat Emir menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI periode 2000-2003.
Dalam perjalanan kasusnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Emir bersalah dan memvonis pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis itu dijatuhkan pada 14 April 2014.
Putusan itu pun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.
Dalam putusan itu, Majelis Hakim menilai bahwa Emir terbukti menerima uang dari Konsorsium Alstom Power Inc. (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI) melalui Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Inc.
Penerimaan uang tersebut terjadi dengan cara membuat perjanjian kerjasama batubara antara Muhammad Sarafi dengan PT Artha Nusantara Utama (ANU) yang dimiliki oleh anak Emir.
Kasus tersebut bermula terjadi pada 28 Juni 2001 pada saat PT PLN mengumumkan prakualifikasi proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung yang dibiayai Japan Bank for International Cooperation dan Pemerintah Indonesia.
- Lewat PLN Mengajar, PLN UP3 Palembang Dorong Siswa Kenal Dunia Energi Sejak Dini
- Dedikasi Srikandi PLN, Listrik Tetap Menyala Saat Kunjungan Presiden di Palembang
- Lebih dari 2 Ribu Unit Kendaraan Listrik Mengaspal di Sumsel