DPRD Musi Banyuasin kecewa karena Plt Bupati Muba Beni Hernedi tak menghadiri rapat paripurna pada Senin (14/3). Namun ketidakhadiran tersebut disebut Staf Khusus Bupati Muba sebagai hal biasa saja dan beralasan.
- Maju Pilkada Muba, Mantan Plt Bupati Beni Hernedi Berburu Calon Wakil
- Jelang Akhir Jabatan, Beni: Saya Sudah Berusaha jadi Tukang Cuci Piring yang Baik
- Polda Sumsel Terima Aduan Warga Terkait Dugaan Manipulasi Data Pergantian Jabatan di Pemkab Muba
Baca Juga
Undangan rapat paripurna yang dimaksud sesuai surat Nomor: P-005/420/DPRD/III/2022 tertanggal 7 Maret 2022 perihal: undangan rapat paripurna pengumuman pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati Masa Jabatan 2017 – 2022.
Staf Khusus Bupati Muba Bidang Politik, Hukum, HAM & Keagrariaan, Mualimin Pardi Dahlan mengatakan, ketidakhadiran itu sebenarnya hal yang biasa-biasa saja dan beralasan, namun respons pengamat politik dan kebijakan publik dari Unsri di salah satu media yang mengatakan “sudah seharusnya eksekutif dan legislatif bersinergi dalam hal apapun” perlu diluruskan. Hal itu untuk membuka mata dan memandang secara lebih objektif atas realitas politik yang terjadi di tengah persoalan hukum yang saat ini dihadapi Kabupaten Musi Banyuasin.
“Secara politik biasa-biasa sajalah, pengamat harusnya objektif, jangan mudah termakan sempalan atau gombalan. Muba saat ini ibarat sebuah kapal perang bukan seperti kapal dagang, perang apa? Ya perang melawan praktik-praktik ketidakadilan, kezaliman, politik kotor, dan semua tindakan yang mencederai dan merugikan amanat rakyat. Kita semua tahu Muba sedang dihadapkan pada kasus OTT KPK,” ujar Mualimin, Selasa (15/3).
Mualimin menyampaikan, dirinya sempat bertemu langsung dengan Plt Bupati Muba sehingga perlu menyampaikan bahwa ketidakhadiran itu cukup beralasan. Hal itu tidak terlepas dari posisi Plt Bupati seperti dipermainkan karena saat pagi hari sesuai jadwal Paripurna itu tanpa melalui Banmus tiba-tiba pihak DPRD Muba mau merubah redaksi undangan dari yang sebelumnya disebutkan pengumuman pemberhentian menjadi pengumuman akhir masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati, agar Plt. Bupati bersedia hadir.
“Bagaimana mungkin itu tiba-tiba mau merubah redaksi tanpa melewati Banmus seraya meminta hadir hari itu juga. Kepala sudah dibuat benjol terus mau ditambahi benjol kah? Kan zalim itu memperlakukan Plt Bupati yang jelas-jelas masih sah menjabat. Jahat atas kekuasaan yang sah,” tegasnya.
Menurut Mualimin, ketentuan Pasal 79 Ayat (1) UU Pemda itu harus dilihat berbeda sebab apa diberhentikan itu. Seperti pada daerah-daerah yang lain, dalam hal pemberhentian karena berakhir masa jabatannya sementara masa jabatan itu senyatanya belum berakhir, maka paripurna DPRD itu mengumumkan akhir masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati bukan pemberhentian.
“Coba bandingkan di banyak daerah lain, sebutannya paripurna pengumuman akhir masa jabatan, bukan pemberhentian, atau kalau memang sudah gak tahan sebentar lagi kita dihadapkan pada ketentuan pemberhentian sementara Bupati atas status terdakwa perkara OTT, adakah yang berani lantang bicara ini,” katanya.
“Bapak Plt Bupati bahkan sudah siap dengan laporan menutup akhir masa jabatannya. Roda pemerintahan ini harusnya bisa berjalan normal di tengah situasi yang tidak senormal biasanya di mana Pilkada ditunda pada tahun 2024, meski ini sedang diuji ke Mahkamah Konstitusi,” imbuh pria yang akrab disapa Apenk itu.
- DPRD Sumsel Terima LKPJ Gubernur 2024, Beri Sejumlah Catatan Penting
- Rapat Paripurna DPRD Banyuasin Umumkan Hasil Pilkada, Askolani-Netta Pimpin Banyuasin Lima Tahun Mendatang
- Tolak Pengesahan Revisi UU Pilkada, PDIP Bakal Sampaikan Nota Keberatan di Paripurna