Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan, karena mandatory spending layanan kesehatan dihapus.
- Tidak Masalah Sandiaga Uno Masuk Tim Pemenangan Menantu Presiden
- Survei: Prabowo-Gibran Kalah Tipis dari Ganjar-Mahfud
- Komisioner Bawaslu Muratara jadi Tersangka, Bawaslu Sumsel Koordinasi ke Pusat
Baca Juga
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani, menuturkan, ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran atau mandatory spending, merupakan kemunduran bagi upaya peningkatan layanan kesehatan.
Netty menyebutkan, mandatory spending sudah diatur dalam UU 36/2009. Besarannya, alokasi dana kesehatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah masing-masing 5 persen.
"Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari waktu ke waktu, karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang," kata Netty, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Anggota Komisi IX DPR RI itu juga mengatakan, Fraksi PKS berpendapat, mandatory spending penting untuk menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup.
“Dengan adanya mandatory spending, jaminan anggaran kesehatan dapat teralokasi secara adil dalam rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat,” ucapnya.
“Karena itu, Fraksi PKS memandang mandatory spending sebagai ruh dan bagian terpenting dalam rancangan UU Kesehatan ini,” tutupnya.
- PKS Klaim Kemenangan di 10 Pilkada Serentak Sumsel
- Sesalkan Sikap KPK di Kasus Sahbirin Noor, DPR: Katanya Berani Jujur Hebat?
- Soal Cetak 3 Juta Lahan Baru, Legislator PKS Usul Petani Milineal Digaji Minimal Rp5 Juta