Penyusunan Perda RTRW Sumsel Harus Perhatikan Tiga Aspek Ini

Diskusi yang digelar STIPER Sriwigama Palembang. (ist/rmolsumsel.id)
Diskusi yang digelar STIPER Sriwigama Palembang. (ist/rmolsumsel.id)

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2023-2043 oleh Pansus I DPRD Sumsel diperpanjang dalam rapat paripurna DPRD Sumsel, Senin (27/5) lalu. 


Perpanjangan ini dilakukan untuk memastikan RTRW yang dihasilkan berpihak pada kelestarian lingkungan hidup.

Kekhawatiran akan ketertinggalan Sumsel dalam penerapan prinsip-prinsip lingkungan hidup selama ini mengemuka dalam pembahasan. 

Konsultan Lingkungan Sumsel, Ir Idris Naning, menyoroti beberapa contoh, seperti proyek normalisasi sungai di Muara Musi yang biayanya besar dan belum berjalannya kewajiban membangun kolam retensi di Palembang.

Idris menekankan pentingnya keseimbangan ekosistem dengan komposisi 30 persen wilayah alami, 30 persen binaan, dan 30 persen sosial.

Lebih lanjut, Idris mengapresiasi orientasi Kepala PUPR Kota Palembang yang mulai memperhatikan lingkungan hidup. Hal ini terlihat dari upaya penanggulangan banjir dan sampah di Palembang.

"Isu seperti Palembang banjir, sampah itu akhirnya cenderung mulai peduli dengan lingkungan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Stiper Sriwijaya, Dr Ir Krisna Delita Msi, menjelaskan tema analisis dan risiko dampak lingkungan dalam pembangunan pertanian dan kehutanan diangkat karena adanya perubahan fungsi lahan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan.

"Dampaknya harus dikaji, seperti kemana dibuang limbah-limbahnya. Dulu hanya ada ISO untuk penanggulangan limbah, sekarang ada ISO untuk batas ambang emisi rumah kaca yang harus dipatuhi perusahaan-perusahaan," kata Krisna.