Penyidikan TPPU Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Berlanjut

Net/rmolsumsel.id
Net/rmolsumsel.id

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi tetap berlanjut.


"Nurhadi kan emang udah penyidikan TPPU. Sudah lama saya rilis. Sejauh ini (penyidikan) masih (berlanjut)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (17/2).

KPK pada Jumat, 16 April 2021 telah mengumumkan bahwa KPK sudah menetapkan tersangka baru dalam pengembangan perkara pengurusan perkara di MA tahun 2012-2016 yang menjerat mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group, Eddy Sindoro.

Penerapan TPPU itu dikarenakan ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti maupun aset lainnya.

Dalam kasus Eddy Sindoro sendiri sebelumnya juga telah dikembangkan oleh penyidik KPK dan menjerat Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono serta Hiendra Soenjoto selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).

Sementara itu, Eddy Sindoro telah divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada Rabu, 6 Maret 2019.

Eddy Sindoro terbukti memberikan uang sebesar Rp 150 juta dan 50 ribu dollar AS kepada panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Sementara itu, dalam kasus suap, Nurhadi dinyatakan terbukti bersama menantunya, Rezky Herbiono menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 45.726.955.000.

Suap dan gratifikasi tersebut diberikan Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama (Dirut) PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara. Uang suap itu diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar.

Gratifikasi diterima Nurhadi selama tiga tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh lima orang dari perkara berbeda. Jika ditotal, suap dan gratifikasi yang diterima sebesar Rp 83.013.955.000

Nurhadi sendiri telah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (6/1) untuk menjalani pidana penjara selama 6 tahun.

Selain itu, Nurhadi juga diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Di lain sisi, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyebut makelar dari kasus suap dan gratifikasi belum ditangkap. Boyamin menyebut, ada tiga orang saksi yang pernah diperiksa KPK beberapa tahun lalu dilepas begitu saja.

"Padahal tiga saksi ini dicurigai ikut bermain dalam kasusnya Nurhadi itu. Kenapa mereka dilepas," ujar Boyamin kepada wartawan, Senin lalu (7/2).

Menurut Boyamin, ketidaktuntasan penanganan kasus Nurhadi tidak akan membuat jera oknum dan para mafia peradilan. Karena, mereka akan mengulangi lagi di kasus yang berbeda.

Penyidik KPK sendiri pada 17 Juni 2020 lalu, memanggil lima orang saksi untuk dimintai keterangan dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi.

Kelima saksi itu adalah, Direktur PT Delta Beton Indonesia tahun 2016, Roy Tahuwidjaja; dua pihak swasta bernama Mahendra Dito dan Moh Suli; serta manajer Hotel Subreeze, Bona Sakti Nasution; dan seorang karyawan Hotel Sunbreeze, Dita Yusuf Pambudi.