Pengrajin Gerabah Palembang Tetap Eksis di Tengah Pandemi

Gerabah salah satu kerajian tradisional berbahan dasar tanah liat/Humaidy Kenedy(rmolsumsel.id)
Gerabah salah satu kerajian tradisional berbahan dasar tanah liat/Humaidy Kenedy(rmolsumsel.id)

Kota Palembang ternyata sentra kerajinan Gerabah tepatnya di lorong Keramik, Kalidoni atau biasa dikenal dengan sebutan ‘Mato Merah’. Kerajian tradisional berbahan dasar tanah liat ini masih tetap dilestarikan oleh beberapa pengrajin gerabah disini. Meski mulai tergerus jaman namun pengrajin gerabah di Palembang mencoba tetap eksis di tengah pandemi Covid-19.


Gerabah yang sudah jadi sebelum melalui proses pembakaran (Foto: Humaidy Kenedy)

Salah satunya Wardi (70) dan Rosita(62), sepasang suami istri yang juga mewariskan ilmu kerajinan gerabah dari orang tua Wardi. Setiap harinya Wardi bersama Rosita mampu membuat gerabah sebanyak 50 buah mulai dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 16.00 sore.

Proses pengrajin membuat Gerabah dengan bahan baku tanah liat (foto: Humaidy Kenedy)

Sudah 39 tahun mereka menggeluti pekerjaan ini, terhitung sejak 1982 sudah ribuan gerabah yang dihasilkan dari sepasang suami istri ini.

Gerabah yang dibikin pun beragam, mulai dari pot bunga, kendi, guci, bahkan tabungan. Dijual dengan harga beragam, mulai dari 8 ribu sampai 20 ribu perbuah.

Gerabah yang sudah jadi menunggu proses pembakaran (foto: Humaidy Kenedy)

Gerabah dibuat dengan diputar di atas piringan bulat yang kemudian dibentuk dengan jari. Sesekali jari dicelupkan ke air agar proses pembentukan gerabah lebih mudah.

Setelah dibentuk gerabah akan dibakar hingga kering. Proses pembakaran memakan waktu sedikit lebih lama. Mulai dari pukul 04.00 subuh hingga pukul 09.00 malam. Dalam sekali pembakaran, banyak gerabah bisa mencapai 500 buah.