Sejak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan menjadi 11 persen pada 1 April 2022, ternyata banyak menuai pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, kenaikan PPN tersebut menjadi salah satu tuntutan mahasiswa dalam aksi 11 April 2022 kemarin.
Salah satu pengamat ekonomi di Sumsel, Yan Sulistyo mengatakan bahwa keputusan pemerintah pusat sangat memberatkan masyarakat. Hal itu menjadi bentuk kebingungan Pemerintah dalam menambah pendapatan Negara.
“Alhasil keputusan pun tidak mengacu pada kesejahteraan rakyatnya,” kata Yan ketika dihubungi, Selasa (12/4).
Menurutnya, kebutuhan pemerintah dalam menambah anggaran tersebut ditujukan kepada program atau pembangunan yang tidak memiliki manfaat dan dampak baik bagi masyarakat. Seperti pengeluaran untuk kepentingan IKN, pos-pos Pemerintah seperti Staf Khusus yang ada di kementerian, serta lembaga-lembaga Pemerintah.
Yan menyebutkan, kemungkinan besar aka nada dua hal yang terdampak dari kenaikan PPN tersebut, yakni inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat.
Padahal, di tahun 2022 saat ini, pemulihan ekonomi Indonesia tengah mencoba bangkit pasca pandemi Covid-19. Hal itu tentu belum menggairahkan dunia usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat.
“Jadi timing kenaikan PPN ini sangat tidak tepat untuk saat ini, berapapun besarannya tetap tidak tepat untuk dinaikan,” tegasnya.
Adapun dampak yang akan dirasakan dari kenaikan PPN ini adalah naiknya harga barang dan jasa. Sebab pelaku usaha akan membebankan kenaikan PPN tersebut kepada konsumen yang rata-rata adalah masyarakat Indonesia.
“Semua harga bakal ikut naik dan dibebankan pada masyarakat semua,” imbuhnya.
Terkait PPN yang menjadi tuntutan mahasiswa saat ini, Yan menyebutkan kemungkinan besar tidak akan berubah. Menurutnya, Pemerintah dari dahulu sudah keras kepala sehingga tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat.