Rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh Presiden Joko Widodo diminta untuk ditunda, mengingat harga minyak global masih lebih tinggi dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
- Pasca Kenaikan BBM, Sepeda dan Motor Listrik Jadi Tren Masyarakat Kota Palembang
- Tolak Kenaikan BBM, PKS Tuding Pemerintah Cari Dana Untuk Bangun IKN
- Pasca Kenaikan BBM, Organda Sumsel Tuntut Penyesuaian Tarif AKDP 29 Persen
Baca Juga
Hal itu disampaikan Peneliti Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (27/8).
"Saya melihat rencana kebijakan untuk menaikkan harga BBM Pertalite kurang cocok momentumnya jika dilakukan saat ini," ujar Rendy.
Secara umum, Rendy mencatat harga minyak global saat ini sedang melonjak dan ekspektasi harga minyak global di sisa akhir tahun ini akan relatif lebih besar.
"Jika dibandingkan dengan ekspektasi pemerintah yang dituliskan dalam asumsi makro APBN," sambungnya menegaskan.
Dalam APBN 2022, asumsi harga minyak global dipatok pada kisaran 63 dolar AS per barel. Sementara, kekinian harga yang berlaku masih tercatat di atas 100 dolar AS per barel.
Maka dari itu, Rendy berharap Presiden Jokowi bisa mempertimbangkan untuk menunda kenaikan harga BBM karena akan berdampak pada kenaikan angka inflasi yang kini sudah melebihi angka 4 persen.
"Saya khawatir akan mendorong inflasi ke level lebih tinggi, daya beli masyarakat tergerus, dan potensi garis kemiskinan meningkat. Pemerintah perlu mempertimbangkan ulang rencana kenaikan harga BBM Pertalite, terutama di tahun," tandasnya.
- Jokowi Lakukan Serangan Balik di Tengah Polemik Ijazah
- Hadiah Spesial untuk Pemudik Lebaran, Pertamina Turunkan Harga BBM Nonsubsidi
- UGM Klaim Ijazah dan Skripsi Jokowi Asli