Penemuan Prasasti Baturaja, sebuah peninggalan bersejarah yang baru saja diidentifikasi di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
- Gunung Semeru Kembali Erupsi, Tinggi Letusan Capai 800 Meter
- Sang Maestro Tari dan Penari Pertama Gending Sriwijaya Itu Berpulang
- Nelayan di Sumsel Sumringah Dapat Jaring Ikan dan Diajarkan Bikin Ikan Asin oleh Sukarelawan Ganjar
Baca Juga
Prasati ini bukan hanya telah mengungkap informasi berharga tentang sejarah Kerajaan Sriwijaya. Namun juga melengkapi tujuh prasasti 'kutukan' yang sudah ada sebelumnya.
Peneliti Brin Sumatera Selatan, Wahyu Rizky Andhifani mengatakan penemuan ini prasasti ini ditempatkan dalam konteks tujuh prasasti "kutukan" yang sudah ada sebelumnya, seperti Prasasti Karang Berahi, Telaga Batu, Kota Kapur, Boom Baru, Bukit Seguntang, Palas Pasemah, dan Bungkuk.
"Sebagian besar prasasti zaman Sriwijaya yang berisi kutukan ditempatkan di daerah ekonomi strategis. Tujuannya untuk membuat masyarakat patuh terhadap kehidupan raja. Prasasti itu ditemukan di salah satu kolektor ketiga dan prasasti ini sezaman dengan Prasasti Talang Tuo," katanya usai seminar Prasasti Baturaja: Menguak Bukti Baru Sejarah Awal Kedatuan Sriwijaya di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Palembang , Selasa (31/10).
Dia mengakui Prasasti Baturaja ini masih relatif baru , artinya ada sesuatu yang baru dari peninggalan Kedatuan Sriwijaya melalui Prasasti Baturaja ini.
Wahyu mengatakan prasasti ini merupakan sebuah patahan, bagian atas dan bawahnya sudah tidak ada lagi. Kemungkinan bentuknya mirip dengan Prasasti Kota Kapur.
Tinggi prasasti 24 cm, lebar bagian atas 26 cm, dan lebar bagian bawah 20 cm. Sejauh ini, belum diketahui pasti asal prasasti tersebut. Namun, kemungkinan prasasti yang terbuat dari batu pasir ini berasal dari Sungai Komering.
"Prasasti itu menggunakan aksara Pallawa dengan bahasa melayu kuno. Apabila dilihat dari tulisan tersebut kemungkinan prasasti ini ditulis pada abad ke-7 Masehi," katanya.
Selain itu prasasti itu menurutnya bertuliskan mengenai kutukan kepada pemberontak. Isinya mengenai pengkhianatan. Dalam prasasti itu, Sriwijaya pun sempat bermusyawarah kepada para pemberontak. Yakni mengajak pemberontak untuk patuh kepada kerajaan dan akan dihadiahi status 'datuk' di wilayah itu.
“Sebaliknya, kalau tidak mau patuh, para pemberontak akan mendapatkan kutukan, di mana orang tersebut akan menjadi sakit atau hilang kepintaran," kata Wahyu.
Menurutnya, jika Prasasti Baturaja lebih dulu ditulis dibanding Prasasti Kedukan Bukit, maka kemungkinan pemberontakan tersebut terjadi sebelum perjalanan Dapunta Hyang, pendiri Sriwijaya, bertolak dari Minanga menuju ke Mukha Upang.
Diketahui, Dapunta Hyang membawa puluhan ribu tentara lengkap dengan perbekalan. Namun sebaliknya, pemberontakan terjadi setelah Dapunta Hyang tiba di Mukha Upang dan akhirnya kembali ke Minanga. "Segala kemungkinan bisa terjadi pada masa itu," pungkasnya.
- Pemprov Sumsel Siapkan BKBK, Muratara Usulkan Sejumlah Proyek Prioritas
- Teror Ular Kobra di Desa Celikah OKI, Dua Warga Tewas Dipatuk
- Presiden Prabowo Tanam Padi Serentak di Sumsel, Dorong Swasembada hingga Jadi Lumbung Pangan Dunia