Pelanggaran Terminal Khusus Tunas Lestari Tama (TLT) Diambil Alih Pusat, Aktivis Minta APH Usut Keterlibatan HKI

Aktivitas terminal khusus PT TLT di pinggiran Sungai Dawas. (ist/rmolsumsel.id)
Aktivitas terminal khusus PT TLT di pinggiran Sungai Dawas. (ist/rmolsumsel.id)

Kasus dugaan pelanggaran aturan PT Tunas Lestari Tama (TLT) yang membangun terminal khusus di dalam kawasan hutan konservasi Sungai Lilin-Bertak berbuntut panjang. 


Setelah Dinas Kehutanan Sumsel mengeluarkan surat penghentian sementara operasional, kini kasus tersebut diambil alih oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Pengambilalihan kasus tersebut sesuai hasil rapat koordinasi lintas instansi yang digelar Selasa (10/12). "Jadi hasil rapat tersebut, kasus dugaan pelanggaran ini diambil alih oleh Gakkum KLHK," kata Plh Dinas Kehutanan Sumsel, Susilo Hartono saat dibincangi. 

Dia mengatakan, pelanggaran yang dilakukan perusahaan akan diproses dengan menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan. 

"Jadi karena ada keterlanjuran (operasional tanpa izin). Tapi, nantinya ke Gakkum KLHK saja," ucapnya. 

PP tersebut mengatur sanksi bagi perusahaan yang telah membuka kegiatan usaha di dalam kawasan hutan sebelum pemberlakuan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Dalam Pasal 3 ayat 3 disebutkan "Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pertambangan, perkebunan, dan atau kegiatan lain yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang tidak memiliki Perizinan di bidang kehutanan, dikenai Sanksi Administratif. 

Dilanjutkan dalam ayat 4, "Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud berupa; a.  Penghentian Sementara Kegiatan Usaha; b. Denda Administratif; c. Pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau d. paksaan pemerintah.

Sementara itu, Perwakilan PT TLT, Dika saat dikonfirmasi terkait dugaan pelanggaran tersebut hanya menanyakan dari mana awak media mendapatkan info dugaan pelanggaran tersebut. "Ini info dapat dari mana ya pak?," katanya melalui pesan Whatsapp. 

Ketika ditanya terkait kronologis pembangunan terminal khusus tersebut, Dika belum memberikan jawaban. 

Aktivitas di dalam lokasi Terminal Khusus PT TLT. (ist/rmolsumsel.id) 

Aktivis Lingkungan Desak Penerapan Sanksi Pidana

Kasus tersebut mendapat sorotan dari sejumlah aktivis. Mereka mendesak agar pemerintah membawa kasus tersebut ke ranah pidana lantaran adanya kerugian negara yang ditimbulkan. Apalagi lokasi dan koordinat terminal khusus tersebut telah diketahui berada di areal yang tidak diperbolehkan.  

Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sopah mengatakan, perambahan kawasan hutan tanpa izin jelas telah menyalahi aturan. Sehingga secara administratif, perizinan dan surat-menyurat perusahaan juga diragukan keabsahannya. 

"Tanpa izin pelepasan kawasan hutan ini kan tidak bisa untuk mengurus izin lainnya. Termasuk izin lingkungan. Sehingga, operasionalnya selama ini jelas ilegal. Walaupun izin badan usahanya ada, tapi aktivitasnya kan ilegal," kata Febri. 

Belum lagi dugaan keterlibatan HKI yang merupakan anak usaha BUMN, yang ikut mengindikasikan terjadinya korupsi, sehingga harus dilakukan penegakkan hukum. "Bila perlu pemilik perusahaan diproses secara pidana. Selain itu, kerugian negara yang timbul dari aktivitas ilegalnya selama ini harus dihitung dan dikembalikan, jangan berdalih dengan narasi terlanjur," ucapnya. 

Hal yang sama juga diutarakan oleh Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi yang meminta Aparat Penegak Hukum (APH), ikut turun mengusut kasus tersebut. Mulai dari hulu, para pihak yang memberikan dan mengurusi perizinan. Sehingga tidak menjadikan pembangunan tol Palembang-Jambi yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagai dalih untuk mengorbankan kawasan hutan dan menabrak aturan.

Utamanya terkait keterlibatan Hutama Karya Infrastruktur (HKI) yang diduga terlibat dalam pengadaan material batu split tersebut. "Potensi kerugian negara yang bisa muncul adalah kongkalikong, ataupun pemahalan komoditi. Jual beli ataupun pengadaan untuk proyek negara ini jelas bisa diusut. Misalnya, batunya didapat dengan harga murah tapi dilaporkan mahal. Oknum-oknum di dalam HKI ini juga harus diusut keterlibatannya," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, terminal khusus yang berlokasi di Sungai Dawas, Desa Pinang Banjar, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, menjadi sorotan publik. 

Pelabuhan bongkar muat yang dikelola PT Tunas Lestari Tama (TLT) diduga masuk dalam kawasan hutan konservasi Sungai Lilin-Bertak, namun hingga kini belum mengantongi izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT TLT juga belum pernah mengajukan proses perizinan terkait. Dinas Kehutanan Sumsel bahkan telah menerbitkan surat penghentian sementara operasional terminal khusus tersebut, sambil menunggu hasil investigasi lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Keberadaan terminal khusus ini telah menuai polemik sejak awal. Selain menabrak aturan, pelabuhan ini juga diduga mengancam kelancaran pelayaran di Sungai Dawas, mengingat di lokasi yang sama telah berdiri dua terminal khusus lain milik PT Hindoli dan PT Bara Mutiara. 

Kekhawatiran akan kepadatan pelayaran dan risiko kecelakaan semakin mencuat. Apalagi, terkait izin AMDAL, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, Herdi, mengungkapkan bahwa pihaknya belum pernah menerima permohonan atau menerbitkan dokumen AMDAL untuk PT TLT. Lebih jauh, informasi juga menyebut keterlibatan dari anak usaha BUMN, PT HKI dalam kasus ini. 

Itu pula yang diduga menyebabkan permasalahan ini mendapat perhatian pemerintah pusat. Rapat koordinasi dengan melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian PU, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Perhubungan, akan digelar untuk membahas dugaan pelanggaran operasional terminal PT TLT.

Plh Kepala Dinas Kehutanan Sumsel, Susilo Hartono, mengonfirmasi bahwa investigasi masih berjalan. "Ada dugaan pelanggaran, tapi detailnya nanti setelah rapat dengan pusat," dalam konfirmasi sebelum ini.