PDI Perjuangan Minta Revisi PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Hasto : Melupakan Kelestarian Hutan dan Lingkungan

Ilustrasi hutan gundul. (rmol.id)
Ilustrasi hutan gundul. (rmol.id)

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa substansi dari PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang merupakan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja  lebih menitikberatkan pada peran ekonomi, tetapi melupakan kelestarian hutan dan lingkungan.


Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa substansi dari PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang merupakan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja  lebih menitikberatkan pada peran ekonomi, tetapi melupakan kelestarian hutan dan lingkungan.

Oleh sebab itu, DPP PDIP meminta dilakukan evaluasi terhadap Peraturan Pemerintah tersebut, seperti disampaikannya melalui forum webinar pada Rabu malam (14/7).

“Ibu Ketua Umum selalu memberikan contoh yang baik bagi kami para kader partai untuk terus mengingatkan akan kesadaran terhadap lingkungan hidup. Kultur kepartaian PDI Perjuangan menjadi garda terdepan sebagai pelaku perubahan untuk merawat lingkungan hidup,” katanya.

Atas dasar pernyataan Megawati Soekarnoputri itu, Hasto menegaskan kepada para kader PDIP agar gerakan dan perilaku sadar lingkungan menjadi napas perjuangan dan spirit pergerakan.

Sebagai konsekuensi logis, lanjutnya, PDIP sudah melakukan gerakan kepartaian dengan rangkaian kegiatan yang menyentuh hal-hal yang sangat fundamental, seperti menanam pohon secara serentak di seluruh Indonesia, gerakan membersihkan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan sampah, dan lain sebagainya.

PDIP bahkan telah mempersiapkan sejumlah truk-truk sampah yang akan dioperasionalkan oleh para kader PDIP di daerah-daerah untuk membantu mengatasi persoalan sampah.

“Dalam konteks terbitnya PP 23/2021, menjadi tanggung jawab ideologis kita untuk menjaga hutan tetap lestari. Perintahnya jelas, tolak PP 23/2021 yang terlalu pragmatis dalam kepentingan ekonomi semata dan melupakan semangat hutan lestari. Penolakan ini tentu akan ditindaklanjuti dengan cara-cara kepartaian PDI Perjuangan dengan sikap yang bijak melalui analisis dan kajian yang matang,” tegasnya.

Narasumber yang hadir  Gurubesar Tetap Fakultas  Kehutanan dan Lingkungan IPB, Hariadi Kartodihardjo mengamini apa yang disampaikan Hasto. Menurutnya, ada tiga pendekatan terkait hal ini, yakni, teks Peraturan-Perundangan, tatakelola (governance) dan kelembagaan. Ketiga hal ini berdampak pada kelestarian hutan.

Dia mengurai bahwa pada PP 23/2021 ada pengecualian yang terdapat pada pasal 92. Larangan tambang terbuka di hutan lindung dikecualikan bagi kegiatan pertambangan yang dalam dokumen lingkungannya telah dikaji bahwa akan berdampak pada penurunan permukaan tanah, perubahan fungsi pokok kawasan hutan secara permanen, atau gangguan akuifer air tanah yang dilengkapi dengan upaya yang akan dilakukan untuk meminimalisir dampak dimaksud.

“Dan pada Pasal 38 UU 41/1999 tentang Kehutanan Pada Kawasan Hutan Lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka,” jelasnya.

Menurutnya, terdapat kelemahan teks maupun konteks pelaksanaan PP 23/2021. Ditambah dengan buruknya tatakelola dan lemahnya kelembagaan dalam pelaksanaannya dapat membelokkan arah tujuan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja itu sendiri.

Kata Hariadi, lahan pengganti berperan mengganti fungsi lingkungan hidup yang hilang. Fungsi lingkungan hidup dalam ekosistem semestinya tidak dapat diganti dengan uang, dalam hal ini dengan PNBP. Hukum alam adalah hukum besi.

“Selain harus dilakukan perbaikan, pelaksanaan regulasi ini perlu disertai keterbukaan informasi bagi publik,” tutupnya.