"Pangeran Malbi Mencari Rendang yang Hilang": Sentilan Sosial dalam Balutan Komedi Dulmuluk

Sejumlah pemain Dulmuluk saat mementaskan lakon bertajuk Pangeran Malbi Mencari Rendang yang Hilang. (ist/rmolsumsel.id)
Sejumlah pemain Dulmuluk saat mementaskan lakon bertajuk Pangeran Malbi Mencari Rendang yang Hilang. (ist/rmolsumsel.id)

Pertunjukan seni tradisional Dulmuluk kembali menghidupkan malam warga di Taman Bacaan Tangga Takat Palembang, Minggu (13/4/2025). 


Mengusung lakon bertajuk "Pangeran Malbi Mencari Rendang yang Hilang", pentas ini tak sekadar menjadi hiburan, tapi juga menyuguhkan kritik sosial dalam balutan komedi yang menggelitik.

Digelar oleh Bucu Entertainment di Kampung Dulmuluk, pertunjukan berlangsung dari pukul 19.00 hingga 23.00 WIB dan menghadirkan beragam pemain lintas generasi, mulai dari anak-anak hingga seniman senior. 

Penampilan mereka sukses memikat penonton, yang membalas dengan gelak tawa dan tepuk tangan meriah.

Menurut penggagas Kampung Dulmuluk, Andipedo, lakon yang dipentaskan memang dibalut dengan humor khas Dulmuluk, namun tetap menyisipkan pesan-pesan tentang kondisi sosial masyarakat saat ini.

“Jadi acara ini banyak komedinya. Walaupun temanya kerajaan, tapi ceritanya dibawa ke persoalan-persoalan yang relevan dengan masyarakat sekarang, biar menarik untuk ditonton anak-anak muda. Kalau cuma cerita kerajaan saja, nanti cepat membosankan,” ujarnya.

Andipedo juga berharap pertunjukan ini bisa menjadi agenda rutin bulanan. Harapan itu telah ia sampaikan langsung kepada Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Septa Marus Eka Putra, SH., MH, yang turut hadir menyaksikan pertunjukan.

“Alhamdulillah sejak 2019 kita sudah berjuang hidupkan kembali Dulmuluk di sini. Kalau bisa dijadikan kampung tematik, kejarlah itu dulu. Dibuat gapura, mini panggung, lampu-lampunya, dan tampil sebulan sekali,” tambahnya.

Cerita "Pangeran Malbi Mencari Rendang yang Hilang"* sendiri merupakan kisah fiksi dengan tokoh dan alur yang kocak, namun sarat dengan kritik sosial dan nilai-nilai kearifan lokal. 

Gaya khas Dulmuluk yang penuh sindiran cerdas dan dialog jenaka menjadi kekuatan utama pementasan ini.

Penyelenggara dari Bucu Entertainment, Hj Nursovia H Fuad, menjelaskan bahwa Dulmuluk bukan hanya sarana hiburan rakyat, tapi juga alat edukasi dan pelestarian budaya Palembang yang mulai jarang ditampilkan secara terbuka.

“Penampilan ini melibatkan seniman lintas generasi yang siap menghidupkan suasana malam warga. Kami ingin ajak masyarakat bukan hanya untuk menonton, tapi juga mendukung pelestarian budaya kita sendiri,” katanya.

Tak hanya isi cerita yang menghibur, nuansa klasik pertunjukan Dulmuluk tetap dijaga, termasuk tradisi saweran. Penonton terlihat antusias melemparkan uang ke panggung sebagai bentuk apresiasi, mulai dari Rp2.000 hingga Rp100.000.

Siti, warga Plaju yang datang khusus menonton, mengaku sangat terhibur.

“Pemainnya lucu, tapi tetap ada alur ceritanya. Anak-anak saya juga senang nontonnya,” katanya.