Narkoba Marak, Penjara di Sumsel Makin Sesak

ilustrasi penjara (istimewa/rmolsumsel.id)
ilustrasi penjara (istimewa/rmolsumsel.id)

Kondisi Lembaga Pemasyarakatan (lapas) dan Rumah Tahanan (rutan) negara di Sumsel masih memprihatinkan. Masalah over kapasitas yang telah lama terjadi belum menemukan solusinya.


Data Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumsel, sebanyak 20 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di Sumsel telah terisi 15.974 orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan tahanan.

Sementara daya tampung keseluruhan Lapas dan Rutan hanya sebanyak 6.605 orang. Secara persentase, kapasitas lapas dan rutan tersebut hanya sanggup menampung 41,34 persen dari keseluruhan penghuni.

Bertambahnya pelaku aksi kejahatan menjadi salah satu faktor penyebab utama permasalahan over kapasitas tersebut.

Penghuni Lapas Mayoritas Terjerat Kasus Narkoba

Hingga pertengahan April 2022, jumlah WBP dan tahanan sudah mencapai 15.974 orang. Dari jumlah tersebut lebih dari 50 persen atau sebanyak 8.257 orang terjerat kasus narkoba.

Seperti halnya yang terjadi di Lapas Kelas IIB Muara Enim, Sumatera Selatan. Sebanyak 50 orang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atau Narapidana Lapas Kelas IIB dipindahkan ke Lapas lain karena terjadinya over kapasitas Lapas.

Pemindahan yang dilakukan Senin (25/4) lalu, para warga binaan itu dipindahkan 1 orang WBP ke Lapas Kelas IIA Lahat, 7 orang WBP ke Lapas Kelas IIB Empat Lawang, dan 42 orang WBP ke Lapas Kelas III Sarulangun Rawas.

Kepala Lapas Kelas IIB Muara Enim, Herdianto mengatakan, pemindahan 50 WBP tersebut bertujuan untuk mengurangi over kapasitas di Lapas Kelas IIB Muara Enim yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban, apalagi saat ini masih dalam keadaan bulan suci Ramadhan.

"Saat ini Lapas Kelas IIB Muara Enim dihuni 1.209 orang WBP, sedangkan kapasitas seharusnya hanya dihuni 486 orang, tentunya Lapas Kelas IIB Muara Enim sudah mengalami over kapasitas hampir sekitar 300 persen. Sementara jumlah petugas dan fasilitas terbatas untuk mewujudkan proses pembinaan yang optimal," ujar Herdianto.

Belum lama ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan banyak persoalan terjadi di dalam Lapas karena kapasitas yang sudah tidak memadai akibat banyaknya narapidana kasus narkoba.

UU tentang Narkotika yang berlaku saat ini dinilai tidak memiliki konsepsi jelas mengenai pecandu narkotika, penyalah guna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika. Untuk itulah dirinya berharap revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bisa menjadi solusi persoalan lembaga permasyarakatan (Lapas) yang sudah penuh.

Perkembangan revisi UU Narkotika saat ini masih dalam pembahasan oleh Panitia Kerja atau Panja di DPR. Berdasarkan catatan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), kapasitas Lapas terus naik dari 205 persen pada Maret 2020 dengan 270.721 narapidana, menjadi 223 persen hingga Januari 2022.

Kepala Rutan Kelas I Palembang Bistok Oloan Situngkir mengatakan penghuni lapas dengan kasus narkoba di Palembang mencapai 49 persen atau 759 orang dari 1.548 penghuni sementara saat ini kapasitas dari lapas Palembang hanya mencapai 750 penghuni. Sementara 789 penghuni dari kasus pidana umum dan korupsi.

"Benar over kapasitas, 759 WBP itu hanya kasus narkoba, sementara 789 kasus pidana umum dan korupsi. " katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, ada beberapa langkah untuk mengatasi over kapasitas lapas. Mulai dari pemindahan WBP ke lapas lain di Sumsel hingga pemberian remisi bagi WBP yang memenuhi syarat sesuai Permenkumham No 7 tahun 2022.

"Selain itu pemberian asimilasi bagi WBP kasus narkoba dengan hukuman dibawah 5 tahun sesuai syarat dan peraturan yang berlaku," katannya.

8.882 WBP Dapat Remisi di Hari Raya Idul Fitri

Sementara itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan mengusulkan sebanyak 8.882 orang narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk mendapat Remisi Khusus (RK) keagamaan atau pengurangan masa menjalani pidana pada Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah tahun 2022.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Sumsel Bambang Haryanto, Kamis (28/4) mengatakan, jumlah itu merupakan usulan dari 20 rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan di Sumsel. 

“8.882 orang itu rinciannya, sebanyak 8.809 narapidana dewasa dan 73 anak didik. Dari jumlah tersebut, 8.829 napi mendapatkan RK I (pengurangan sebagian) serta 50 narapidana dan 3 anak didik nantinya mendapatkan RK II (langsung bebas). Kita telah usulkan dan tinggal menunggu persetujuan melalui SK remisi dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan,” ucap Bambang.

Bambang menyebut besaran remisi yang akan didapat yakni 15 hari bagi yang telah menjalani pidana selama 6 sampai 12 bulan, dan 1 bulan bagi yang telah menjalani pidana selama 12 bulan atau lebih.

Remisi berdasarkan tindak pidana terkait Pasal 34 Ayat (3) PP No. 28 Tahun 2006 dan Pasal 34 A Ayat (1) PP 99 Tahun 2012, diberikan dengan syarat narapidana dan anak didik harus berkelakuan baik yang dibuktikan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu enam bulan terakhir, sudah membayar lunas denda dan uang pengganti bagi napi tipikor, serta mengikuti program pembinaan yang ada di lapas/rutan. 

Kadivpas Bambang mengatakan setiap proses pelaksanaan pengusulan menggunakan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) secara otomatis. “SDP akan otomatis mengusulkan remisi apabila narapidana tersebut memang telah memenuhi syarat. Begitu pula sebaliknya, sistem akan otomatis menolak,” ujarnya.

Adapun jumlah napi/anak didik yang paling banyak mendapatkan remisi berasal dari Lapas Kelas I Palembang sebanyak 1.086 WBP, Lapas Narkotika Kelas IIA Banyuasin (753 WBP), Lapas Kelas IIB Kayuagung (728 WBP dan 3 anak didik), Lapas Kelas IIA Tanjung Raja (723 WBP dan 2 anak didik), serta Lapas Kelas IIA Banyuasin (717 WBP).