Presiden Joko Widodo mengakui pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat terjadi di Tanah Air. Jumlahnya mencapai 12 kali. Sebanyak tiga kali kasus pelanggaran HAM terjadi di Aceh. Salah satunya peristiwa Jambo Keupok, di Aceh tahun 2003.
- Aksi Solidaritas Untuk Palestina, Warga Pagar Alam Gelar Doa hingga Donasi
- TNI AD Investigasi Kronologis Kecelakaan Heli Bell 412 Jatuh di Ciwidey
- Tinjau Ketersediaan Minyak Goreng, Kapolri: Jangan Terjadi Kelangkaan Lagi
Baca Juga
"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban," kata Jokowi seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, kemarin.
Lebih kurang sudah 20 tahun sejak tragedi berdarah di Aceh telah berlalu, menyisakan luka bagi korban, catatan kelam tak pernah dilupakan.
Peristiwa Jambo Keupok merupakan pembantaian massal, memang memiliki peran dalam Gerakan Aceh, terjadi pada 17 Mei 2003, tepatnya di Desa Jambo Keupok, kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.
“Kejadian ini sebelumnya dipicu kabar yang disampaikan oleh cuak (informan) kepada TNI, bahwa banyak anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mendiami Jambo Keupok,” diceritakan ulang oleh Azharul Husna, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 12 Januari 2023.
Di hari tragedi itu pula, aparat keamanan bergegas mengambil tindakan. Mereka mengagendakan razia dadakan dan menyisir habis perkampungan Bakongan.
Tiga reo (mobil aparat keamanan) yang mengangkut puluhan anggota TNI langsung tiba di desa tersebut dan mengintrogasi warga. Aparat keamanan kerap melakukan tindak kekerasan, seperti penangkapan, penyiksaan serta perampasan harta benda.
Tidak melihat usia bahkan gender, pria baik wanita sama saja, semua warga disana dipaksa keluar oleh militer yang datang ke Desa, para warga di interogasi sembari diancam pukulan, mereka di popor senjata api.
Interogasi dilakukan satu persatu, aparat bertanya keberadaan orang-orang GAM yang ingin mereka cari. Kala warga menjawab tidak tahu, pasukan militer akan memukul bahkan menendang mereka.
Abu Salam (Ulee Balang GAM), Zaitun (Kapolres GAM) dan Alis (komandan operasi GAM) yang dicari-cari oleh anggota TNI sejatinya telah lama lari dan bersembunyi di gunung warga benar-benar tidak memiliki petunjuk mengenai keberadaan anggota GAM tersebut.
“Namun nampaknya para personel TNI tidak menghiraukan jawaban apapun yang diberikan oleh warga, mereka tetap dihadiahi bogem dan popor senjata bahkan warga dipaksa mengaku sebagai anggota GAM,” kata dia.
Aksi keji TNI juga belum berhenti, justru semakin menggila 12 orang lainnya yang memilih berada di rumah-rumah digiring masuk ke rumah Daud. Dalam keadaan dikunci dari luar mereka ditembak, lalu rumah yang terbuat dari papan tersebut dibakar beserta 12 orang di dalamnya yang masih hidup salah satu rumah Lain Milik Dolah Ajir yang turut dibakar tentara.
Bahkan, beberapa diantara mereka dipaksa mengaku sebagai anggota GAM, akibat dari peristiwa ini 16 warga sipil tewas ditembak usai disiksa tanpa ampun.
“12 di antaranya dibakar hidup-hidup, sementara belasan lainnya mengalami luka berat karena disiksa dengan popor senjata,” ujarnya.
Akhirnya sekitar pukul 11.00 pagi TNI meninggalkan Desa Jambo Keupok, warga yang tersisa mulai keluar dan mencari mayat-mayat korban yang dikebumikan dalam satu liang lahat.
Pasca peristiwa traumatik tersebut warga memilih mengungsi ke Masjid Istiqomah selama 44 hari. Sebagian ada pula yang mengungsi ke rumah saudara dan kerabat di desa sekitar, nasib malang negara yang nampaknya sama sekali tidak berempati pada korban, tidak ada kunjungan dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk korban selama di pengungsian. makanan dan bahan-bahan pokok lain mereka peroleh dari bantuan warga sekitar pengungsian.
“Beberapa orang lainnya turut mengalami kekerasan para anggota TNI, Komando dan satuan Gabungan Intelijen (SGI). Tragedy ini membuat para penduduk mengungsi selama 44 hari ke masjid, mereka trauma, ketakutan terjadi dimana-mana, was-was kalau saja TNI kembali datang ke Desa Jambo Keupok,” ujarnya.
Merawat Ingatan, Upaya Penyelesaian
Upaya penyelesaian tragedi Jambo Keupok dalam merawat ingatan, menuntut keadilan konflik yang terjadi di Aceh selama 3 dekade telah menimbulkan banyak kerugian. korban tewas,orang hilang dan luka-luka mencapai jumlah ribuan bahkan ratusan rumah turut dibakar, daftar kerusakan semakin panjang ketika gelombang tsunami Dahsyat menyapu bumi Serambi Mekah sekitar 26 Desember 2004.
“Kasus-kasus pelanggaran HAM berat terus didorong, agar diadili di pengadilan HAM begitu pula kasus pelanggaran HAM yang berat terjadi di Aceh tahun 2011 para korban jambu kepok mengadukan kasus mereka ke Komnas HAM perwakilan Aceh,” ujarnya.
Jambo Keupok Kini
Secara geografis Desa Jambo Keupok berada di ujung kawasan perkampungan, tepat berada di sisi perkebunan dan lereng pegunungan. Kondisi desa selama 10 tahun terakhir tidak mengalami perubahan karena belum tersentuh pembangunan.
Dusun Sukadamai yang menjadi lokasi utama tragedi Jambo Keupok hingga kini infrastrukturnya masih memprihatinkan, jalan Desa masih tersusun dari Kerikil dan tanah liat yang tentu membuatnya tidak mudah untuk dilalui bila musim penghujan tiba.
“Padahal jalan tersebut adalah rute yang harus ditempuh warga ketika akan mengambil air. Ya, di Dusun tersebut memang belum ada sumber air bersih warga harus menempuh perjalanan 1 km untuk mengambil air bersih yang mereka gunakan sehari-hari,” ujarnya.
Kesulitan air bersih juga menjadi penyebab belum tersedianya sarana prasarana seperti mandi dan cuci, warga terpaksa buang air baik besar maupun kecil di semak-semak.
Berbagai penyakit serius tentu kini telah mengintai para warga, di sisi lain korban dan keluarga sebagian besar mulai memasuki usia senja tubuh mereka mulai rentan sehingga tidak reproduksi seperti dulu lagi. sedangkan bahkan satu persatu sudah meninggal dunia, sedangkan yang masih berusia produktif pun dihadapkan pada kondisi perekonomian yang sulit.
“Sebagai sumber pendapatan warga Desa Jambo Keupok hanya mengandalkan hasil pertanian, sebagian ada yang mencari damar dan kulit medang di hutan, bahkan ada pula yang menjadi buruh bangunan,” ujarnya.
Kondisi perekonomian yang sulit ini, juga tersirat pada rumah-rumah semi permanen milik warga yang telah Lapuk dimakan usia. Juga pada anak-anak Jambo Keupok yang rata-rata hanya bersekolah sampai jenjang SMP bahkan SD, pun banyak yang tak tamat pada jenjang itu.
Hanya sebagian kecil yang bersekolah hingga SMA, apalagi yang melanjutkan hingga perguruan tinggi dapat dihitung dengan jari, sebagian dari anak-anak ini adalah anak yatim dari korban tragedi Jambo Keupok tahun 2003 silam.
“Ketiadaan Ayah sebagai tulang punggung keluarga membuat mereka terpaksa bekerja di usia dini untuk Membantu memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Dalam kondisi sulit tersebut warga pernah menerima kompensasi diyat sebesar 3 juta Rupiah per korban dari pemerintah. Melalui Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Namun sayang itu pun masih dipotong dan pembagian tidak merata.
Selain itu pemerintah hanya membangun 5 rumah yang dibakar pada masa kejadian melalui bantuan BRA, padahal kebutuhan korban lebih dari itu. Mereka membutuhkan akses pendidikan yang layak, pelatihan keterampilan, penguatan ekonomi, pembangunan infrastruktur Desa, serta pendidikan mengenai hak warga negara sebagai korban pelanggaran HAM.
Perjuangan atas hak kondisi yang penuh dengan keterbatasan tentu membuat para warga Desa Jambo Keupok menaruh harap pada pemerintah, setidaknya untuk pemenuhan beberapa hal seperti penguatan kapasitas melalui pelatihan yang relevan.
“Menambah pengetahuan dan keahlian mereka, pemberdayaan ekonomi korban dan masyarakat setempat, kebutuhan-kebutuhan warga Desa Jambo Keupok khususnya sektor ekonomi dan pembangunan seharusnya dapat segera terpenuhi,” kata dia.
Hal ini mengingat banyak program pemerintah yang ditujukan bagi masyarakat, salah satunya yang kini tengah menjadi andalan pemerintah adalah program nasional pemberdayaan masyarakat, hal ini dilakukan guna membangun kesejahteraan khususnya bagi korban yang terlibat dalam kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
- Respons Pj Gubernur Aceh Terkait Dua Warganya Ditembak di Malaysia
- Bencana Longsor Pekalongan, Tim Gabungan Temukan Lagi 25 Korban Tertimbun Material
- Bripka Adi Syafnur Arisal Sukses Ubah Lahan Ganja jadi Palawija