Mengenal ECMO, Alat Bantu Fungsi Jantung dan Paru-Paru dengan Penggunaan Resiko Tinggi

Ilustrasi ECMO. (net/rmolsumsel.id)
Ilustrasi ECMO. (net/rmolsumsel.id)

Putri Pertama Gubernur Sumsel Herman Deru yakni, Percha Leanpuri, meninggal dunia pada Kamis (19/8/2021) lalu atau sudah 40 hari. Nah, saat berjuang pada proses persalinan kelahiran anak kembarnya, mendiang Percha menjalani sejumlah perawatan untuk melewati masa kritisnya di Rumah Sakit Muhammad Hoesin (RMSH) Palembang.


Informasi yang dihimpun, salah satu upaya yang sempat dilakukan adalah dengan penggunaan alat Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO).

Apa Itu ECMO?

Paru-paru dan jantung merupakan organ vital dalam tubuh manusia yang memiliki peran kompleks untuk pompa darah dan tempat bertukarnya oksigen dan karbondioksida. Apabila keduanya mengalami disfungsi yang fatal, maka dipastikan akan mengancam keselamatan hidup penderitanya. 

Melalui pengembangan teknologi secara masif, kini terdapat jantung dan paru-paru buatan yang mampu membantu penderitanya melalui masa kritis. Saat ini, pasien Covid-19 yang mengalami pelemahan fungsi akibat acurate respiratory distreas syndrome (ARDS), turut menjadi bagian dari pengguna yang diperbolehkan menggunakan Alat tersebut, dimana paru-paru dan jantung buatan melakukan teknik oksigenasi membran ekstrakorporeum (Extra Corporeal Membrane Oxygenation) atau lebih akrab disebut ECMO.

ECMO ini telah dikembangkan sejak 1970. Dimana, tata laksananya untuk pasien dewasa yang terjadi kegagalan respirasi berat. Keberhasilan pertama penggunaan ECMO ini pada tahun 1971 yang dilaporkan oleh dr J Donald Hill dalam kasus ruptur aorta karena terjadinya trauma orang dewasa.

ECMO semakin berkembang pesat dan menjadi bagian integral bagi pelayanan kardiovaskular yang tidak bisa dihindari dalam memberikan terapi secara holistik. Karena ketika terapi medikamentosa dan pembedahan konservatif tidak dapat segera mengembalikan secara optimal fungsi sirkulasi, maka metode ini bisa menjadi alternatif pilihan untuk mendukung sirkulasi sementara. 

Ilustrasi penggunaan ECMO pada pasien. (net/rmolsumsel.id)

Penggunaan ECMO di Sumsel

Pemakaian alat bantu ECMO ini juga telah dilakukan di Sumsel. Hanya saja, masih sedikit rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut. Lantaran, dibutuhkan tenaga medis ahli yang paham bagaimana kerja alat tersebut.

Hal ini disampaikan Ketua Tim Ecmo sekaligus Koordinator Substansi Pelayanan Medik RSMH Palembang, dr Marta Hendry saat diwawancarai Kantor Berita RMOLSumsel beberapa waktu lalu.

Untuk RSMH sendiri, penggunaan alat bantu ECMO ini dilakukan pada Agustus lalu. Bahkan, sejauh ini baru satu orang di Palembang yang menggunakan alat bantu tersebut karena harus mengeluarkan harga yang terbilang mahal. "Seminggu bisa Rp100 hingga Rp200 juta. di Palembang penggunaannya hanya seminggu," katanya. 

Dalam penggunaan alat ini, pihaknya juga dibantu oleh perawat Perkusi dari RS Harkit. Mengingat, baru pertama kali menggunakan alat tersebut. Meski demikian, pihaknya kedepan akan melakukan pelatihan bagi para dokter agar tenaga kesehatan paham dalam penggunaan tersebut.

"Kedepan akan dilakukan pelatihan bagi dokter dan perawat untuk terus belajar soal ini," ujarnya. 

dr Marta Hendry Sp.U, MARS

Cara Kerja ECMO

Saat ini, jelas dr Marta, penggunaan alat tersebut masih difokuskan untuk pemulihan paru-paru bagi penderita Covid-19 yang sudah mengalami kerusakan fungsi. 

Cara kerja alat ini yaitu dengan menarik darah pasien melalui tabung dengan memasang kanul sebagai pengantar darah yang dipasang pada pembuluh darah besar. Selama penggunaan alat ini, paru-paru akan diistirahatkan, dengan kapasitas kerja hanya sebesar 50 persen. Sedangkan sebagian lainnya akan ditunjang dengan alat ini.

"Jadi pertukaran oksigen yang selama ini menjadi tugas paru-paru dan membuang karbondioksida yang juga tugas paru-paru digantikan dengan alat ini, sembari paru-paru mengalami proses penyebuhan. Jadi istilahnya diistirahatkan itu. Nanti setelah paru-paru pasien sudah mulai membaik dengan indikator khusus, maka tugas alat ini akan dikembalikan lagi pada paru-paru dan alat ini dilepas," jabarnya lagi.

Sedangkan bagaimana dengan dokter dan perawat yang bertugas? Marta kembali mengatakan, bahwa pada pelaksanaannya tim dokter akan melakukan kontrol terhadap pasien selama 24 jam nonstop, hal ini dilakukan guna mengantisipasi perubahan kanul yang terpasang. Sebab, nantinya akan berdampak pada pembekuan darah atau penyumbatan. 

"Selama penggunaan alat ini pasien tidak boleh bergerak, perubahan posisi dari kanul itu saja akan mengganggu. Jadi pasiennya itu di knock down atau ditidurkan. Dikasih obat tidur, perubahan posisi kanul akan berakibat pada pembekuan dan segala macem, jadi pasiennya tidak bisa keman-mana. Termasuk dokter dan perawat yang berjaga, tidak ada yang boleh meninggalkan pasien. Biasanya diakali dengan jam tunggu yang bergantian," ungkapnya.

Risiko Penggunaan ECMO

Kendati menjadi alternatif, alat ini memiliki resiko yang cukup tinggi dalam penggunaannya. Ketua Tim Ecmo, dr Martha membeberkan alat ini juga punya resiko besar, mengingat kerjanya yang memasukan alat ke dalam tubuh yang kemudian darah dikeluarkan, hal ini akan memungkinkan darah mengalami pembekuan.

Menurutnya, jika terjadi pembekuan darah saat masuk ke dalam membrane, maka membran akan stag atau buntu. Untuk mencegah itu kita memberikan obat kepada pasien yakni obat pengencer darah. 

"Tidak berhenti disitu, efek obat pengencer darah juga memungkinkan pasien bisa mengalami pendarahan. Bisa di otak, ginjal, lambung dan sebagainya, sedangkan harapan hidup atau tingkat keberhasilan alat ini yang pernah saya baca hanya sebesar 18 persen saja," tutupnya.