Wacana bergabungnya PDIP ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sepertinya mengalami banyak kendala.
- Mendalami Rapor Keuangan Pagaralam 2023: Biaya Perjalanan Lima Kali Lebih Besar daripada Biaya Pemeriksaan Kesehatan [Bagian Pertama]
- Gelar Vaksinasi Massal, PKP Sumsel Ikut Berkontribusi Kejar Herd Immunity
- Terbuka Jalan Erwin S Aldedharma untuk Duduk di Jabatan Panglima TNI
Baca Juga
Salah satunya keberadaan Partai Demokrat yang masih digawangi oleh Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam koalisi Prabowo-Gibran.
Menurut Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, perseteruan SBY dan Megawati Soekarnoputri terbilang cukup lama dan masih berlanjut hingga kini.
“Sejak SBY naik tahta sebagai Presiden ke-6. Keduanya (Mega dan SBY) mulai jarang bersua dan berkomunikasi alias renggang. Padahal SBY cukup dekat dengan Mega saat Mega menjadi presiden menggantikan Gus Dur,” kata Jerry dalam keterangannya, Minggu (14/4).
Lanjut dia, berkali-kali SBY mengundang Mega hadir dalam upacara di Istana Negara saat peringatan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus, tapi tak pernah digubris.
“Jadi memang saya nilai Mega masih belum move on pada SBY. Nah, dengan kedekatan SBY dan Prabowo saat ini maka bisa membuyarkan asa Megawati beralih haluan mendukung Prabowo-Gibran,” ungkap dia.
Dia menambahkan lain halnya, jika yang menjadi Wapres Prabowo adalah Puan Maharani atau Ganjar Pranowo, maka tanpa pikir panjang PDIP akan mem-backup pemerintahan.
“Kalau Puan dan Ganjar yang jadi wapresnya Prabowo bisa saja peluang Mega berafiliasi cukup terbuka,” ungkapnya lagi.
“Sejatinya, agak berat untuk Mega merapat bersatu dengan pemerintahan Prabowo. Kalau dengan Prabowo saya kira Mega tak ada masalah berbeda dengan SBY,” pungkasnya.
- Partai Ummat Hadir di Sumsel, Gubernur: Bersama Pertahankan Zero Konflik
- Ditantang PWI, Jokowi Justru Tawarkan HPN 2024 di IKN
- Komisi VI DPR Gelar Rapat Panja Tertutup, Bahas Skema Investasi Telkomsel ke GoTo