Mantan Direktur LPEI Hadiyanto Bungkam Usai Diperiksa KPK

Mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Hadiyanto /ist
Mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Hadiyanto /ist

Diperiksa lebih dari 6 jam, mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Hadiyanto bungkam terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy (PE).


Pantauan Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Hadiyanto telah diperiksa selama lebih dari 6 jam sejak pukul 09.35 WIB hingga pukul 15.50 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 10 April 2025.

"Nggak ada, ngggak ada. Waduh ini ramai banget, luar biasa. Ya ditanya biasa lah," singkat Hadiyanto.

Sementara itu, KPK juga memeriksa mantan Direktur LPEI lainnya, yakni Robert Pakpahan.

Dalam perkara ini dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Dwi Wahyudi (DW) selaku Direktur Pelaksana 1 LPEI, Arif Setiawan (AS) selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI, Jimmy Masrin (JM) selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE, Newin Nugroho (NN) selaku Direktur Utama PT PE, dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD) selaku Direktur Keuangan PT PE.

KPK baru menahan tiga tersangka, yakni Newin Nugroho pada 13 Maret 2025, serta Jimmy Masrin dan Susy Mira Dewi Sugiarta ditahan pada 20 Maret 2025.

KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Selain itu, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Selanjutnya, PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. PT PE juga melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK). PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

Jumlah kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar 18.070.000 dolar AS dan Rp549.144.535.027 (Rp549 miliar).

Dalam perkembangannya, KPK telah menyita 24 aset senilai Rp882.546.180.000, terdiri dari 22 aset di Jabodetabek, dan 2 aset di Surabaya.