Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Sabtu, 26 April 2025 menunjuk Hussein al-Sheikh, seorang ajudan lama dan orang kepercayaannya, sebagai Wakil Presiden Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Langkah ini menandai sinyal kuat bahwa Abbas, yang kini berusia 89 tahun, mulai menyiapkan jalan bagi penerusnya.
Pengangkatan al-Sheikh tidak secara otomatis menjadikannya presiden Palestina berikutnya. Tetapi posisinya sebagai wakil presiden menempatkannya sebagai kandidat terdepan di antara tokoh-tokoh senior Fatah, partai dominan yang dipimpin Abbas.
Komite Eksekutif PLO yang beranggotakan 16 orang tetap memegang keputusan akhir atas suksesi ini.
Langkah Abbas ini terjadi di tengah tekanan dari sekutu Barat dan negara-negara Arab untuk mereformasi Otoritas Palestina, yang hanya menguasai sebagian wilayah Tepi Barat.
Dengan rencana ambisius untuk memainkan peran besar di Gaza pascaperang, Abbas dalam beberapa bulan terakhir telah mengumumkan berbagai reformasi, termasuk penciptaan posisi baru ini.
Dalam keputusan yang dibuat pekan lalu, ditetapkan bahwa Wakil Presiden PLO akan mengambil alih secara sementara apabila Abbas wafat atau tidak mampu menjalankan tugasnya.
Namun, penggantian permanen tetap membutuhkan persetujuan formal dari Komite Eksekutif.
Hussein al-Sheikh (64), dikenal sebagai politisi kawakan dengan pengalaman panjang dalam birokrasi Palestina.
Ia pernah menjalani 11 tahun penjara di Israel di masa mudanya, dan terakhir menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif PLO.
Al-Sheikh juga memiliki hubungan erat dengan Israel serta negara-negara Arab kaya di Teluk, yang memegang peranan penting dalam dinamika politik regional.
Dalam wawancara dengan Associated Press pada tahun 2022, al-Sheikh membela keputusannya untuk mempertahankan koordinasi keamanan dengan Israel, langkah yang tidak populer di mata publik Palestina.
“Saya bukan perwakilan Israel di wilayah Palestina. Kami melakukan koordinasi karena ini adalah awal dari solusi politik untuk mengakhiri pendudukan," ujarnya saat itu.
Meskipun demikian, popularitas al-Sheikh di kalangan rakyat Palestina tetap rendah. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar warga Palestina memandangnya, seperti banyak pemimpin Fatah lainnya, sebagai bagian dari kepemimpinan yang terputus dari aspirasi masyarakat dan terkesan korup.
Penunjukan ini diperkirakan tidak akan banyak mengubah persepsi tersebut, terutama karena dilakukan secara tertutup oleh pimpinan PLO yang dinilai sudah menua.
Seiring berlanjutnya perang Israel-Hamas dan ketidakpastian masa depan Gaza, al-Sheikh akan menghadapi tantangan besar untuk menyatukan barisan kepemimpinan Palestina dan menghadapi tekanan internasional yang semakin meningkat.
Sementara itu, jika Abbas meninggalkan jabatannya, Otoritas Palestina akan dipimpin sementara oleh Rawhi Fattouh, juru bicara parlemen Palestina, dengan kewajiban untuk menggelar pemilu dalam waktu 90 hari, walau banyak pihak meragukan kelangsungannya.
Dalam situasi ini, Hussein al-Sheikh kini berada di persimpangan jalan sejarah Palestina, dengan peluang besar namun juga tantangan berat yang menantinya.
- Eddy Soeparno: Prabowo Tunjukkan Keberanian Moral di Parlemen Turki
- Israel Serbu Rumah Sakit Indonesia di Gaza
- BSI Maslahat Berpartisipasi dalam Run For Humanity dan Tunjukkan Kepedulian untuk Palestina