Laporan Dugaan Penipuan Heryanty Akidi Tio Dijadikan Polda Sumsel Pelengkap Kasus Rp2 Triliun

Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi. (dudi oskandar/rmolsumsel.id)
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi. (dudi oskandar/rmolsumsel.id)

Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi, mengaku belum melihat laporan dr Siti Mirza Muria atas dugaan penipuan dan penggelapan uang sejumlah Rp2,5 miliar yang dilakukan putri bungsu Akidi Tio, Heryanty alias Ahong (61).


Padahal, laporan dengan Nomor Perkara LP/B/704/VIII/2021/SPKT/Polda Sumsel itu, sudah dilayangkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumsel tiga hari lalu atau Selasa (3/8).

“Apabila laporan itu benar adanya, kami segera menindaklanjuti laporan itu,” katanya ketika ditemui di Polda Sumsel, Jumat (6/8).

Supriadi mengungkapkan, kalau memang ada laporan tersebut maka bakal menjadi data tambahan untuk pelengkap kasus Rp 2 triliun.

"Saya belum bisa memastikan laporan itu. Jika memang ada laporannya akan kita tindak lanjuti," katanya.

Dalam laporan tersebut, permasalahan berawal pada Mei 2019 lalu. Terlapor yakni Heryanty menawarkan korban menanamkan modal uang untuk usaha ekspedisi milik terlapor, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar Rp10 persen sampai 12 persen setiap bulannya. Korban menanamkan modal sebesar Rp400 juta dan terlapor memberikan keuntungan sesuai janjinya. 

Kemudian korban menambahkan uang sebesar Rp200 juta, dan lebih kurang selama 6 bulan pembayaran berjalan dengan lancar. Pada Januari 2020 pembayaran mulai macet. Uang yang telah diserahkan korban kepada terlapor lebih kurang Rp1,8 miliar. 

Korban terus meminta terlapor untuk mengembalikan uangnya. Lalu, pada Maret 2020 terlapor meminjam uang kepada korban sebesar Rp500 juta yang digunakan untuk membayar pajak kendaraan ekspedisi sehingga total uang yang diterima oleh terlapor sebesar Rp2,5 miliar.

Atas hal tersebut, Heriyanty diduga telah melanggar ketentuan pasal 378 KUHPidana (penipuan) dan atau pasal 372 KUHPidana (penggelapan) dengan ancaman penjara maksimal 4 tahun.