Krisis Partisipasi Pilkada di Sumsel 2024, Palembang Paling Rendah: Legitimasi Kepala Daerah Dipertaruhkan

ilustrasi/ist
ilustrasi/ist

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Selatan baru saja menetapkan sejumlah kepala daerah terpilih dalam Pilkada 2024. Namun, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat menjadi perhatian serius, memunculkan pertanyaan mengenai legitimasi para pemimpin yang terpilih.


Berdasarkan data dari 17 wilayah yang telah menyelesaikan rekapitulasi suara, rata-rata partisipasi pemilih hanya mencapai 72,19 persen, jauh dari target 85 persen yang ditetapkan KPU. Hal ini menjadi alarm bagi demokrasi di Sumsel, terutama karena partisipasi rendah dianggap dapat melemahkan representasi kepala daerah di mata publik.

Hanya tujuh daerah yang melampaui angka partisipasi 80 persen, seperti Kota Lubuklinggau (80,39 persen), Lahat (82,16 persen), Pagar Alam (87,62 persen), dan Prabumulih (80,32 persen). Beberapa kabupaten seperti Muratara (81,51 persen), OKU (81,32 persen), dan PALI (80,47 persen) juga menunjukkan angka positif.

Namun, empat wilayah mencatat partisipasi di bawah 70 persen, yakni Kabupaten Muara Enim (68,05 persen), Banyuasin (66,59 persen), Ogan Ilir (66,11 persen), dan Kota Palembang dengan angka terendah, 64,04 persen.

Pengamat politik Bagindo Togar menegaskan bahwa rendahnya partisipasi berdampak langsung pada legitimasi kepala daerah terpilih. “Penurunan partisipasi pemilih itu ada sebabnya. Hal ini harus dievaluasi karena memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintahan,” ujarnya.

Bagindo bahkan menyebut Pilkada Sumsel kali ini sebagai yang terburuk sepanjang sejarah pemilihan langsung. Faktor seperti rendahnya kepercayaan publik terhadap kandidat, masifnya praktik politik uang, serta buruknya kinerja penyelenggara menjadi penyebab utama kemunduran kualitas demokrasi.

“Money politik bukan hanya mencederai demokrasi, tetapi juga melahirkan pemimpin yang tidak kompeten. Pemilihan lebih didominasi pertarungan finansial dibandingkan kualitas kandidat,” ungkapnya.

Pengamat Politik Bagindo Togar/ist

Skeptisisme Dapat Melemahkan Demokrasi

Senada dengan Bagindo, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP) Ade Indra Chaniago menyoroti skeptisisme masyarakat terhadap proses politik sebagai faktor utama rendahnya partisipasi.

“Masyarakat merasa politik tidak berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari. Kondisi ini diperburuk oleh maraknya politik uang, yang membuat mereka semakin apatis,” jelas Ade.

Ade juga memperingatkan bahwa jika masalah ini tidak segera diatasi, siklus apatisme akan terus berulang, melemahkan demokrasi di tingkat daerah. “Perlu evaluasi serius terhadap sistem pemilihan kita, agar kondisi ini tidak terus berulang,” tegasnya.

Rendahnya partisipasi dalam Pilkada Sumsel tak hanya memengaruhi legitimasi kepala daerah terpilih, tetapi juga mencerminkan krisis kepercayaan terhadap demokrasi. Jika isu ini terus diabaikan, kualitas pemerintahan daerah dan demokrasi di Sumsel akan semakin terancam.