Sejumlah komunitas yang peduli terhadap isu perempuan dan lingkungan di Sumatera Selatan menggelar aksi bertajuk “Putus Rantai Ketidakadilan Gender dan Lingkungan” di Kambang Iwak Park (KIP) Palembang. Aksi ini digelar dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2025.
- Musda IX GM FKPPI Sumsel Didukung Empat Jenderal Kodam II Sriwijaya
- Soal Pandemi, Pemerintah Diminta Meminta Maaf kepada Rakyat dan Sudahi Komunikasi Pencitraan
- Ombudsman Temukan Lima Dugaan Maladministrasi Terkait Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Baca Juga
Dalam aksi tersebut, para peserta membawa flyer berisi pesan tuntutan sambil berkeliling di kawasan KIP. Berbagai komunitas yang terlibat antara lain Pilar Nusantara, Solidaritas Perempuan Palembang, Rumah Relawan Peduli, WALHI Sumsel, Sahabat WALHI, BEM FE Unsri, LBH Palembang, HaKI, Sarekat Hijau Indonesia, Spora Institute, WCC Palembang, serta berbagai organisasi mahasiswa dan masyarakat lainnya.
Para peserta aksi menyuarakan 11 tuntutan utama yang mencakup berbagai isu perempuan dan lingkungan, di antaranya:
- Meninjau ulang Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII Cinta Manis dan melibatkan perempuan terdampak dalam penyelesaian konflik.
- Menghentikan kekerasan dan perampasan sumber daya kehidupan perempuan.
- Menghentikan kriminalisasi aktivis pembela HAM, hak atas pangan, dan lingkungan.
- Menghentikan pembungkaman gerakan sipil melalui pendekatan militerisme.
- Menghentikan liberalisasi agraria serta menerapkan reforma agraria sebagai basis pembangunan nasional.
- Menghentikan kekerasan seksual di dunia pendidikan dan tempat kerja.
- Menghentikan pemangkasan anggaran untuk perempuan dan kelompok rentan.
- Menghentikan pemaksaan perkawinan anak di bawah usia 19 tahun.
- Meningkatkan akses dan kontrol perempuan dalam skema Perhutanan Sosial.
- Memastikan kebijakan Perhutanan Sosial melibatkan perempuan dalam perencanaan, pengelolaan, dan distribusi manfaat.
- Menghentikan diskriminasi terhadap perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Palembang, Mutia Maharani, menjelaskan bahwa Hari Perempuan Internasional lahir dari perjuangan panjang melawan ketidakadilan. Ia menyoroti sejarah gerakan buruh perempuan di Amerika Serikat pada 8 Maret 1857, yang menuntut kondisi kerja lebih baik serta kesetaraan upah.
“Saat itu para buruh perempuan dari pabrik garment melakukan unjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kondisi buruk yang mereka alami, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tidak setara dengan buruh laki-laki,” ucapnya.
Mutia juga menyoroti fakta bahwa hingga kini, perempuan masih mengalami berbagai bentuk ketidakadilan. Berdasarkan survei Komnas Perempuan tahun 2023-2024, sebanyak 401.975 petani perempuan mengalami kekerasan akibat konflik sumber daya alam di berbagai desa di Indonesia.
Selain itu, Solidaritas Perempuan menilai bahwa 100 hari kepemimpinan Prabowo-Gibran belum menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan. Kebijakan investasi yang terus dilanjutkan serta pembungkaman gerakan sipil dinilai masih sejalan dengan praktik pemerintahan sebelumnya.
Aksi ini menjadi momentum bagi komunitas di Palembang untuk terus menyuarakan isu perempuan, khususnya perempuan akar rumput yang kerap menjadi korban ketimpangan gender dan eksploitasi sumber daya alam. Mereka berharap adanya perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada perempuan dan lingkungan.
- Hari Bhayangkara ke-76, Polres Muara Enim Gelar Donor Darah
- Latihan Matra Udara Jalak Sakti 2022, Delapan Pesawat F-16 Landing di Lanud SMH Palembang
- Ke Kantor Wajib Pakai Motor, Pengujung Polrestabes Palembang Senang Tak Sulit Cari Tempat Parkir