Kisah Pratu Ruslan Usman, Berjuang di Perang 5 Hari 5 Malam

Pratu Ruslan Umar menceritakan dirinya saat di Perang 5 Hari 5 Malam. (Dudi Oskandad/rmolsumsel.id).
Pratu Ruslan Umar menceritakan dirinya saat di Perang 5 Hari 5 Malam. (Dudi Oskandad/rmolsumsel.id).

Pratu Ruslan Usman menjadi salah satu pelaku sejarah dalam perang 5 Hari 5 Malam yang terjadi pada 1-5 Januari 1947 di Kota Palembang. Perang tersebut merupakan perlawanan Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama rakyat Sumsel terhadap serangan pasukan Belanda.


Pria yang kini berusia 93 tahun itu menceritakan bagaimana dirinya bersama pasukan TRI dan rakyat berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia. Perang sendiri, kata Ruslan berawal dari kembali masuknya Belanda pada 1946 dan menduduki Kota Palembang karena posisinya yang sangat strategis. 

"Ada prajurit Belanda yang melewati garis Demokrasi dalam kondisi mabuk menembak di Palembang. Saat itu Pak Joko yang berada di Gudang Beras tertembak, sehingga terjadilah Perang," kata dia. 

Selama perang berlangsung, kata dia, pasukan TRI dan rakyat berhasil mengepung Belanda. Namun, secara tiba-tiba Belanda mengajak berunding. "Nah saat berunding itulah pimpinan kita kalah, Belanda berunding dengan Bambang Utoyo, Gubernur Sumsel Dr M Isa, Residen A Rozak dan panglima - panglima kita. Mereka (Belanda) memohon agar Tentara kita meninggalkan Kota Palembang sejauh 20 Km dengan perbatasan Simpang Payakabung,” kata pria yang memiliki 23 cucu ini.

Permohonan Belanda itu diterima lantaran fisik Tentara Indonesia sudah dalam keadaan tidak memungkinkan, serta tidak ada lagi koordinasi dengan rakyat. "Jadi, yang mundur hanya Tentara, rakyat tidak. Atas keputusan itu banyak yang berhenti dari tentara, lalu masuk di BPM (Perusahaan minyak Belanda di Plaju)," ucap dia. 

"Kalau saat Perang kita terus tidak berhenti tugas. Kita nih hebat, memang kita sudah menang tapi pimpinan kita kalah diplomasi, kalau tidak, habis Belanda itu,” sambung dia. 

Mundur 20 Km hingga Payakabung, kata Ruslan, dirinya dan sejumlah Tentara akhirnya merapat di Prabumulih. "Aku dipindahkan jadi anggota Polisi Tentara di Baturaja, Markas Resimen 12 Polisi Tentara di Baturaja yang lain ada dipindahkan kemana-mana ada di Linggau, meneruskan perjuangan masing-masing," jelas dia. 

Meski perjuangan secara fisik telah lama berakhir, Ruslan meminta para generasi muda untuk tetap melanjutkan perjuangan pendahulunya dalam bentuk apapun demi kemajuan Republik Indonesia. 

"Hidupkan kembali pembauran, caranya antara RT dulu gotong royong kemudian hubungkan pembauran RT dengan RT. sekarang ini tidak ada pembauran, itu dapat membuat semangat patriotisme menghilang," tandas dia.