Kecelakaan yang menewaskan Nurul Hidayat, seorang mandor di areal tambang disebut Polres Muara Enim sebagai sebuah kelalaian.
- Aktivitas Tambang Bijih Nikel di Morowali Sebabkan Bencana Alam dan Hilangnya Nyawa
- Investigasi Fatality Bima Putra Abadi Citranusa Belum Diselesaikan Inspektur Tambang, Terdapat Perlakuan Berbeda?
- Inspektur Tambang Sumsel Pasrahkan Nasibnya ke Pusat
Baca Juga
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Kantor Berita RMOLSumsel, kejadian bermula pada Kamis(12/8) malam sekitar pukul 19.30. Saat itu, korban Nurul Hidayat yang merupakan mandor dari PT Nusa Indo Abadi (PT NIA), subkontraktor dari PT Lematang Coal Lestari (PT LCL), tengah berada di lokasi kejadian bersama beberapa orang.
Korban datang ke lokasi untuk melakukan persiapan penggalian Over Burden (OB), yakni lapisan tanah yang menutupi lapisan dari batubara di areal tambang milik PT Musi Prima Coal (PT MPC).
Sebelum bekerja, korban menyempatkan diri duduk di depan dump truk berkode NIA 109 yang lagi terparkir bersama rekannya, bernama Mardani yang merupakan petugas Safety. Sesaat lagi ngobrol santai dan tanpa diketahui mereka berdua, salah satu sopir berinisial EJ juga bersiap melakukan loading OB dan naik ke atas dump truk yang diduga tanpa mengawasi keadaan sekitar.
Diduga, faktor besarnya kendaraan tersebut membuat driver EJ mengalami blind spot. Blind spot sendiri merupakan area di sekitar kendaraan di mana pengemudi tidak dapat melihat kendaraan lain pada saat berkendara, baik dari kaca spion maupun kaca samping kendaraan.
Melihat dump truk bergerak maju, korban Nurul Hidayat diketahui sempat menghindar namun kalah cepat dengan laju truk sehingga terlindas.
Sementara Mardani, petugas safety yang ada di lokasi kejadian juga ikut terkejut. Ia sempat berupaya menolong Nurul Hidayat, namun dirinya justru ikut menjadi korban. Kakinya dikabarkan sempat terlindas kendaraan yang sama.
Driver EJ sendiri baru sadar kendaraan yang dibawanya melindas sesuatu dan ternyata itu korban Nurul Hidayat. Setelah EJ menghentikan kendaraannya dan mengetahui hal itu, dia langsung membawa korban Nurul Hidayat dan Mardani ke Rumah Sakit AR Bunda, Prabumulih.
Saat dikonfirmasi terkait kronologis ini, Kapolres Muara Enim AKBP Dhanny Sianipar melalui Kasat Reskrim AKP Widhi Andika mengatakan, bahwa pihaknya mendapat laporan dari perusahaan dan memastikan hanya ada satu korban dalam kejadian nahas ini.
Kemudian, kejadian tersebut diduga memiliki unsur kelalaian. Pasalnya, kondisi penerangan di sekitar lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat minim. "Iya memang murni kelalaian, penerangan sangat minim jadi driver tidak melihat korban," kata dia.
Melanjutkan penelusuran terkait kelalaian yang terjadi dalam kecelakaan ini, Kantor Berita RMOLSumsel mendalami sosok driver EJ.
Diketahui, EJ belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) Pertambangan. EJ lahir pada 2001 silam dan beralamat di Kecamatan Empat Petulai Dangku. Sebagai driver tugasnya berada di bawah bagian produksi.
Berdasarkan Kepdirjen Minerba No.185.K/37.04/DJB/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan, Penilaian dan Pelaporan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara menjelaskan tentang persyaratan menjadi driver di areal tambang.
Dimana disebutkan jika kendaraan tambang hanya dapat dioperasikan oleh pekerja yang : (a) Berusia minimum 18 (delapan belas) tahun; (b) Ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang (KTT) untuk mengemudikan kendaraan tertentu; dan (c) Telah lolos uji dan dinyatakan mampu mengemudi di area tambang oleh KTT dengan bukti Surat Izin Mengemudi yang dikeluarkan oleh Perusahaan sesuai dengan jenis kendaraanyang diizinkan.

Sebab, kejadian kecelakaan di areal tambang ini tidak hanya berlangsung sekali, tetapi sudah berulang kali di areal tambang di seluruh Sumsel.
Khusus di lokasi kejadian kali ini, Kantor Berita RMOLSumsel bahkan telah mengulas kejadian pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan sehingga menyebabkan hilangnya Sungai Penimur yang melibatkan tiga perusahaan. (baca : Menapak Jejak Dugaan Pencemaran Sungai Penimur Akibat Aktivitas Pertambangan)
Yakni PT Lematang Coal Lestari (PT LCL) yang memegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dari PT Musi Prima Coal (PT MPC). Sedangkan PT MPC inilah yang melaksanakan kontrak penyediaan batubara sebanyak dua juta ton pertahun untuk PLTU Mulut Tambang Gunung Raja (GURA) yang dikelola PT Guo Hua Energi Musi Makkur Indonesia (PT GHEMMI).
Sementara PT Nusa Indo Abadi (PT NIA) tempat korban tewas Nurul Hidayat bekerja disebut sebagai subkontraktor dari operasional PT LCL.
Lemahnya pengawasan disinyalir menjadi alasan kuat terjadinya kecelakaan di areal tambang ini. Seperti yang telah diulas sebelumnya, pengawasan ini sepatutnya menjadi tanggung jawab regulator atau pemerintah. Mulai dari Kepala Teknik Tambang (KTT), Dinas ESDM Provinsi Sumsel, sampai Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Hal ini telah diungkapkan oleh akademisi Universitas Sriwijaya, Dr Sena Putra Prabujaya beberapa waktu lalu. Apa yang terjadi menurutnya, salah satunya adalah 'mismanajemen' yang pengertiannya adalah manajemen yang sengaja atau tidak, ditangani dengan cara yang dapat dikategorikan sebagai "salah, buruk, ceroboh, tidak efisien atau tidak kompeten.
Menurut Sena, ini merupakan suatu penyakit yang amat berbahaya dalam tubuh aparatur pemerintahan atau dalam organisasi usaha apapun.
"Semisal seluruh pihak terkait ini tunduk aturan atau sama-sama patuh, akan selesai masalahnya, karena mekanisme kepatuhan terhadap aturan pertambangan yang terjadi saat ini juga tidak didampingi dengan mekanisme reward and punishment yang fair dari pemerintah” ujarnya.
Padahal, upaya maksimal dari pihak terkait, termasuk didalamnya pengawasan terhadap aktifitas dan keberlangsungan kebijakan dalam pertambangan ini merupakan kesempatan bagi semua pihak untuk menjaga dan menciptakan masa depan yang lebih baik.
- Pemerintah Targetkan PNBP Minerba Rp124,5 Triliun, Royalti Nikel Naik Hingga 19 Persen
- Polres Muara Enim Ungkap Aksi Komplotan Curanmor di 12 Lokasi
- Polres Muara Enim Bongkar Tambang Batu Bara Ilegal, Operator Alat Berat dan Pembeli Ditahan