Kedekatan Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mestinya membawa kebaikan dan kemajuan bagi dua negara.
- Dorong Daya Beli Masyarakat, Diskon PPnBM Mobil Diperpanjang Hingga Desember 2021
- Penjualan Turun, Tesla PHK Massal Karyawannya di AS
- 42 Persen Koperasi di Sumsel Mati Suri, Ini Penyebabnya
Baca Juga
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai pemerintah Indonesia harus memasukkan Hary Tanoe dalam delegasi, menyusul kebijakan mengejutkan terkait tarif baru yang diberlakukan Trump terhadap barang-barang dari Indonesia sebesar 32 persen.
Jamiluddin menegaskan, kedekatan Hary Tanoe dengan Trump harus dibuktikan. Jika kedekatan bos MNC Group itu dengan Trump benar adanya, maka ada peluang Trump mau menurunkan tarif resiprokal 32 persen atau tak menutup kemungkinan menjadi zero persen.
“Hal itu juga untuk menguji Hary Tanoe sebagai anak bangsa. Indonesia ingin melihat Hary Tanoe dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negaranya. Jadi melibatkan Hary Tanoe sekaligus menguji darah merah putihnya,” kata Jamiluddin kepada RMOL, Sabtu 4 April 2025.
Selain itu, Jamiluddin juga berpandangan bahwa jika momen-momen seperti ini sekaligus menguji nasionalisme Hary Tanoe, apakah dia lebih mementingkan negara ketimbang bisnisnya.
“Hary Tanoe perlu diuji sebagai sosok yang mementingkan bisnis pribadinya belaka, atau juga mementingkan kepentingan bangsa dan negaranya. Untuk itu, penyelesaian tarif resiprokal 32 persen dapat digunakan untuk menilai sosok Hary Tanoe sesungguhnya,” demikian Jamiluddin.
Diberitakan RMOL sebelumnya, Trump mengumumkan pemberlakuan tarif dasar 10 persen untuk semua barang impor dari negara asing pada Rabu 2 April 2025 atau Kamis dini hari WIB.
Selain tarif dasar, Trump juga memberlakukan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara yang dianggap sebagai "pelanggar terburuk" dalam hal hambatan perdagangan, termasuk Indonesia.
Dikutip dari The Hill, tarif yang lebih tinggi diberlakukan untuk beberapa negara, seperti China yang dikenakan tarif 35 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, Taiwan 32 persen, dan Jepang 24 persen.
Negara lain yang terkena tarif lebih tinggi termasuk India dengan 26 persen, Swiss 21 persen, Malaysia 24 persen, Indonesia 32 persen, Kamboja 49 persen, dan Inggris 10 persen.
Trump menjelaskan bahwa tarif ini dihitung dengan menggabungkan tarif dan hambatan non-moneter, seperti manipulasi mata uang, yang kemudian dibagi dua. Ia juga menyatakan bahwa tarif ini tidak sepenuhnya timbal balik.
“Tarif ini tidak sepenuhnya timbal balik. Saya bisa saja melakukannya, tapi itu akan sulit untuk banyak negara,” ujarnya.
Ia mencontohkan, Uni Eropa mengenakan tarif sebesar 39 persen terhadap impor AS, dan AS 'membalasnya' dengan mengenakan tarif sebesar 20 persen.
Trump menyebut kebijakan ini sebagai "declaration of economic independence" atau deklarasi kemerdekaan ekonomi AS.
Ia memperkirakan bahwa kebijakan tarif tinggi ini akan menuai kritik, namun ia menegaskan bahwa ia sudah mendengar keluhan terkait penanganannya terhadap China dan kesepakatan perdagangan dengan Meksiko serta Kanada di masa jabatan pertama.
"Akan ada keluhan dari kalangan globalis, pihak yang mengutamakan outsourcing, kepentingan khusus, dan berita palsu," ujarnya.
Tarif 10 persen akan mulai berlaku pada Jumat, 5 April 2025, waktu AS, sementara tarif untuk sekitar 60 negara lainnya akan diberlakukan mulai 9 April 2025.
Selain itu, Trump pada Rabu juga mengumumkan tarif sebesar 25 persen untuk semua mobil buatan luar negeri, yang mulai berlaku pada 3 April 2025.
- Tarif Impor Trump untuk China Terus Bertambah Jadi 145 Persen
- Trump Mendadak Tunda Penerapan Tarif 90 Hari, China Justru Diganjar 125 Persen
- ASEAN Kompak Hadapi Trump, Prabowo Berunding dengan Malaysia hingga Brunei