Meningkatnya permintaan batubara dunia membuat harga batuan ini melejit. Harganya saat ini berada di kisaran 200 Dolar AS per ton. Kondisi tersebut membuat kegiatan ekspor batu hitam kian meningkat. Hal ini tentunya dapat mengganggu pasokan kebutuhan dalam negeri.
- Danantara Dinilai jadi Alat Melanggengkan Industri Batubara, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Hentikan Proyek DME
- UU Minerba Terlalu Memanjakan Pengusaha
- Bobi Candra, Bos Tambang Ilegal Ditahan Kejari Muara Enim
Baca Juga
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara ESDM, Sujatmiko mengatakan, Kementerian ESDM secara berkala melakukan pengawasan persentase penjualan batu bara Domestic Market Obligation (DMO) pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
“Pengawasan diperlukan untuk melihat pemenuhan kewajiban perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri,” ujar Sujatmiko dalam diskusi Webinar yang digelar Asosiasi Pengusaha Batu bara dan Energi Indonesia (ASPEBINDO), bersama Satgas Energi BPP HIPMI, bertema ‘Penguatan Ketahanan Energi Melalui Strategi Pengadaan Pasokan Batu Bara Nasional’, Selasa (28/9).
Menurutnya, perusahaan memiliki kewajiban memenuhi kuota penjualan batubara dalam negeri. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021. Sehingga, PLN maupun pengguna di dalam negeri dipastikan mendapat pasokan batu bara langsung dari penambang. Mengingat, saat penambang tidak memenuhi kontrak penjualan dalam negeri, perusahaan tersebut akan mendapatkan sanksi.
“Peraturan tersebut mengatur sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan batu bara yang tidak memenuhi atau kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri,” terangnya.
Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan kewajiban DMO batu bara sebesar 137,5 juta ton, di mana sekitar 113 juta ton batu bara dialokasikan untuk bahan bakar pembangkit listrik PLN dan IPP, sementara sisanya untuk kebutuhan industri. Melalui koordinasi dengan PLN, Kementerian ESDM akan memastikan jika ada kekurangan dalam jangka bulanan.
“Rencana operasi untuk kontrak jangka panjang dalam pengadaan batu bara, pasokan batu bara langsung dari perusahaan tambang, penataan inventory di PLN, sertifikasi pasokan batu bara sesuai dengan kebutuhan PLTU. Secara bersamaan, memperbaiki skema pembayaran dari PLN, karena penambang tidak keberatan dengan (harga batu bara) USD 70 per ton,” ujarnya.
Kementerian ESDM juga sudah menyiapkan strategi untuk menjaga keberlangsungan pasokan batu bara untuk kebutuhan domestik. Termasuk dengan melakukan klasifikasi jenis batu bara yang dibutuhkan.
“ESDM sudah membuat Grand Strategy Energy untuk meningkatkan ketahanan dan nilai tambah nasional, dalam keberadaan energi kita,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, pihaknya menerapkan skema kontrak jangka panjang dengan penambang untuk mengatasi fluktuasi harga dan permintaan global. Strategi ini diperlukan untuk mengamankan pasokan batu bara bagi pembangkit milik perseroan.
Sebab, saat harga batu bara internasional sangat murah, semua pemilik tambang ingin memasok ke PLN. Sementara itu, ketika harga batu bara merangkak naik, kondisi sebaliknya terjadi sehingga pasokan untuk PLN semakin berkurang.
“Ketika harga batu bara naik jadi USD80, pasokan ke PLN menurun drastis, bahkan carry over sampai sekarang. Itulah mengapa kita membenahi pengelolaan batu bara dengan membangun digitalisasi, atas bimbingan Kementerian ESDM,” pungkasnya.
- Tindak Lanjut Dugaan Pencemaran Lingkungan PT RMK, Bupati Muara Enim Akan Panggil DLH dan Dinas Perizinan
- PLN dan UCI Kolaborasi Bangun SPKLU Center Ultra Fast Charging di Tol Jagorawi
- Pemerintah Targetkan PNBP Minerba Rp124,5 Triliun, Royalti Nikel Naik Hingga 19 Persen