Terbakarnya sumur minyak liar dari proses pengeboran ilegal atau illegal drilling di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), sebenarnya sudah sering terjadi. Terlebih, kejadian tersebut banyak memakan korban jiwa, dan hingga kini solusi atas permasalahannya belum menemui titik terang.
- Pj Bupati Muba Sebut Ada 219 Titik Sumur Minyak Ilegal di Lahan HGU PT Hindoli
- Pemprov Sumsel Gelar Rapat Penyelesaian Illegal Drilling di Lahan HGU PT Hindoli
- Minyak Mentah Diduga Hasil Sumur Illegal Drilling Kembali Cemari Sungai di Musi Banyuasin
Baca Juga
Penutupan 1.000 titik sumur dan penangkapan terhadap pemilik yang dilakukan Polda Sumsel beberapa waktu lalu, juga tak memberikan efek jera terhadap pelaku bisnis ilegal ini. Sebab, masyarakat tidak diberikan keahlian lain, yang bisa menjadi sumber pendapatan baru. Selain itu, penindakan terhadap penampung atau pengepul minyak dari sumur tersebut itu minim dilakukan.
Kewenangan yang terpusat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga memberi andil lemahnya pengawasan dan penindakan dari aktivitas illegal drilling ini. Pemerintah daerah sebagai penguasa wilayah tidak berdaya lantaran tidak memiliki kewenangan. Di sisi lain, pemerintah pusat juga belum menunjukkan tindakan yang serius dalam menekan aktivitas illegal drilling.
Dapat Backing dan Pemodal dari Luar Daerah
Tumbuh suburnya aktivitas illegal drilling di Musi Banyuasin disinyalir mendapat penyokong atau backing dari luar daerah. Baik dari sisi keamanan maupun permodalan. Pelaku illegal drilling yang sebagian besar warga lokal hanya bertindak sebagai pekerja ataupun tuan tanah.
“Saya melihat bahwa ini memang banyak sekali backing-backing yang berasal dari luar daerah dan terorganisir. Ini sudah bukan lagi masalah perut masyarakat, ini sudah bagian dari bisnis ilegal. Jadi ini harus menjadi perhatian dan itu kita ambil tindakan tegas,” kata Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin saat dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel.id, Selasa (12/10).
Ia mengaku prihatin atas kejadian meledaknya sejumlah sumur minyak ilegal yang memakan korban dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir. Menurutnya, pemda sudah sering kali mengambil tindakan tegas maupun upaya lainnya yang bisa meredakan.
“Kita kan sudah melakukan tindakan tegas dan juga sudah berulang kali melakukan tindakan-tindakan yang memang dianggap bisa meredakan. Ternyata kejadian (meledaknya sumur minyak ilegal) ini terus berulang dan berulang,” ujarnya.
Orang nomor satu di Bumi Serasan Sekate ini mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan Polda Sumsel untuk melakukan inventarisir permasalahan. Termasuk untuk mengambil tindakan berikutnya.
“Besok (13/10), kita dengan Kapolda akan melakukan inventarisir. Tindakan tegas yang terukur dan memang diperlukan agar kejadian tersebut tidak terulang lagi,” tegasnya.
Pemda Minta Diberi Kewenangan Kelola Sektor Migas
Kewenangan pengelolaan sektor minyak dan gas (migas) yang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah pusat membuat pemda tidak leluasa dalam mengatur, mengawasi serta menindak pelaku illegal drilling.
Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin mengatakan, hingga kini pihaknya menunggu regulasi dari Kementerian ESDM. “Ini juga sudah menjadi pekerjaan rumah bagi Dirjen Migas Kementerian ESDM yang sudah datang ke Sekayu untuk dicarikan solusi ke depan. Kami sedang menunggu hal tersebut. Regulasi dari pusat, pembentukan Satgas yang melibatkan TNI dan Polri,” kata dia.
Jika regulasi dari Kementerian ESDM telah ada, sambung Dodi, pihaknya dapat melakukan penyesuaian di daerah dengan memberdayakan masyarakat agar berhenti melakukan kegiatan illegal drilling yang sangat membahayakan.
“Untuk solusi ekonomi, jika memang regulasi dari pusat sudah keluar, kami bisa memberdayakan masyarakat dengan program-program yang memang dapat bekerjasama dengan KUD ataupun BUMD,” terangnya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Hendriansyah menuturkan, kewenangan di sektor migas sudah sejak dulu tidak pernah diberikan kepada pemerintah daerah. Baik di tingkatan provinsi maupun kabupaten/kota. Sehingga, pengawasan di sektor tersebut oleh pemda setempat juga tidak bisa dilakukan.
“Kami hanya melaporkan kejadian pelanggaran ke Kementerian ESDM. Untuk tindakan, mereka (pusat) yang akan melaksanakannya,” bebernya.
Penutupan Illegal Drilling di Muba Harus Disertai Solusi
Motif ekonomi menjadi penyebab maraknya illegal drilling di Musi Banyuasin. Sehingga, pemerintah tidak bisa hanya melakukan penertiban saja. Tanpa ada solusi yang bisa memberikan kesejahteraan masyarakat.
Wakil Ketua DPRD Sumsel Kartika Sandra Desi mengatakan, kegiatan pengeboran sumur ilegal sudah lama dilakukan masyarakat. Meskipun dengan pengetahuan yang minim. Mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri. Artinya warga secara umum mampu melakukan kegiatan produksi minyak tersebut.
“Buktinya masyarakat dengan keterbatasan ilmu bisa melakukan pengeboran walau dengan cara yang manual” kata anggota DPRD Sumsel Dapil Muba ini.
Di sisi lain, perusahaan migas yang ada di Kabupaten Muba belum secara maksimal melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengeboran.
“Sementara ketika mereka melakukan drilling di tanah milik mereka sendiri dianggap ilegal dan merugikan negara. Padahal mereka hanya mencari makan untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak memiliki kekuasaan seperti perusahaan migas yang ada,” katanya.
Untuk itu, politisi Partai Gerindra ini meminta pemerintah mencarikan solusi dengan melibatkan masyarakat. Seperti memberikan wadah pembelajaran bagi masyarakat yang melakukan illegal drilling. Serta melibatkan mereka dalam kegiatan migas.
“Kita ketahui Muba merupakan daerah penghasil Migas yang cukup besar, namun Hasil Bagi Dana Migas hanya 3 persen, harusnya warga Musi Banyuasiin bisa hidup sejahtera, karena itu pemerintah harus wadah pembelajaran proses pengeboran yang legal dan memenuhi standar,” pungkasnya.
Polda Sumsel Selidiki Pemilik Lahan dan Pemodal
Polda Sumsel menurunkan tim ke Desa Keban 1, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Selasa (12/11). Tim diturunkan untuk memadamkan api di tiga titik kebakaran, yang diakibatkan aktivitas illegal driling yang terjadi di wilayah tersebut.
Kapolda Sumsel, Irjen Pol Drs Toni Harmanto. mengatakan, lokasi kebakaran berada jauh dari tempat penertiban 1.000 sumur minyak ilegal yang sebelumnya dilakukan di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Muba.
“Ketiga lokasi sumur minyak ilegal ini informasi yang kita dapatkan masuk ke dalam kawasan wilayah masyarakat, sehingga berada di luar jangkauan kita saat penertiban 1.000 sumur minyak ilegal,” katanya.
Toni menjelaskan, kejadian tersebut tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Tim saat ini masih mengusut oknum yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. “Untuk itu anggota kita akan melakukan penyelidikan terhadap pemilik lahan, tempat dibuatnya sumur minyak ilegal tersebut,” katanya.
Aktivitas tambang minyak ilegal ini, menurut Kapolda, telah menjadi pekerjaan oleh masyarakat Muba sejak lama. Budaya tersebut, sebetulnya bisa dihilangkan dengan mengganti pekerjaan lain yang lebih aman.
“Itu juga daerah yang bagus menghasilkan minyak kayu putih, mungkin ada solusi dari sini atau memanfaatkan CSR perusahaan yang ada di sana, sehingga ada pekerjaan yang diberikan perusahaan ke masyarakat di Muba,” ujarnya.
Selain itu, Toni mengaku akan turun langsung ke lokasi kejadian bersama Gubernur Sumsel, Herman Deru besok untuk melihat kondisi di sana.
“Untuk memutus rantai minyak ilegal tidak sulit saya katakan, sebulan bertugas di sini (Sumsel,red) ribuan yang ditutup. Kita bersama-sama Forkompinda untuk menghentikan illegal drilling ini. Kita bicara sesuai porsi yang ada, pemodalnya masih kita selidiki dan pastikan lagi,” bebernya.
Akademisi Unsri Sarankan Pemerintah Bina Pelaku Illegal Drilling
Kegiatan pengeboran minyak oleh masyarakat sudah terjadi sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Maraknya aktivitas tersebut dipandang sebagai kelalaian pemerintah karena lamban mendata sumur tua dari zaman Belanda. Pendataan sumur tua sendiri baru dilakukan pemerintah di sekitar tahun 2000-an.
“Sementara, aktivitas pengeboran ataupun eksploitasi di sumur tua ini sudah terlebih dulu dilakukan masyarakat,” kata Dosen Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, A Taufik Ari saat dibincangi, Selasa malam (12/10).
Taufik menerangkan, pengeboran secara tradisional kerap berhasil lantaran titik pengeboran berada di dekat sumur tua tersebut. Menurutnya, minyak bumi memiliki sifat bergerak atau berkumpul di satu titik.
“Karena sifat minyak ini bermigrasi atau berpindah tempat. Mungkin dalam usia 20-30 tahun mulai menumpuk lagi atau terendap di titik yang tak jauh dari lokasi sumur sebelumnya. Nah, untuk titik sumur tua ini, kebanyakan masyarakat setempat yang mengetahuinya. Kebetulan tempatnya berada di dalam hutan sehingga mereka bebas melakukan pengeboran dengan tekniknya sendiri,” ucapnya.
Setelah berhasil, akhirnya banyak masyarakat yang mengikuti. Hingga akhirnya kegiatan ini marak. Penghentian aktivitas ini tentunya sulit dilakukan. Terutama karena keuntungan yang mereka dapatkan cukup besar serta ketergantungan mereka terhadap pendapatan dari sumur ilegal ini sudah terlampau besar.
Pemerintah, sambung Taufik, disarankan untuk melakukan pendekatan secara kelembagaan. Bagaimana kegiatan mereka bisa dilegalkan. Hal tersebut bisa saja dilakukan. Asalkan ada keseriusan dari pemerintah.
Menurutnya, pengelolaan sumur yang dilakukan warga banyak yang berhasil. Walaupun tidak dilakukan dengan standar keselamatan. Sehingga, apabila masyarakat diberikan edukasi, bimbingan teknis serta payung hukum yang jelas tentunya aktivitas mereka bisa diakomodir.
“Kalau mereka dimodali pemahaman mengenai pertambangan maupun peralatan safety yang lengkap, tentunya kejadian meledaknya sumur bisa diminimalisir,” ucapnya.
Lalu, dari sisi pemasaran produksi, pemerintah juga harus menciptakan rantai bisnis yang jelas. “Minyak yang dihasilkan mereka ini misalnya dibeli oleh perusahaan. Terserah bentuknya koperasi, BUMD ataupun swasta untuk diolah. Sehingga, minyak yang mereka hasilkan bisa menjadi pemasukan bagi negara,” ungkapnya.
Model bisnis tersebut sebenarnya telah diaplikasikan di sektor pertambangan minerba. Seperti pertambangan emas di kawasan Indonesia Timur. “Kenapa tidak bisa diterapkan di migas. Bisa saja dilakukan. Caranya dibuat contoh terlebih dahulu. Ketika berhasil, baru diterapkan secara menyeluruh,” tandas dia.
- Kapolda Sumsel Gagas Turnamen Biliar: Dorong Semangat Sportif dan Sinergitas Forkopimda
- Terjun Langsung ke Lapangan, Kapolda Sumsel Pastikan PSU Empat Lawang Kondusif
- Tim SAR Gabungan Sisir Sungai Musi Cari Dua Lansia di Muba yang Dilaporkan Tenggelam