Kampanye Hari Bumi tahun 2022 ini mengangkat tema Bencana Ekologis di Perkotaan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel menggugat Wali Kota Palembang terkait banjir yang masih terus terjadi.
- Jalin Silaturahmi, PPP Sumsel Gelar Nuzul Quran dan Buka Bersama
- Stadion Baru Empat Lawang Cikal Bakal Tumbuhnya Atlet Berkualitas
- Santri di OKI Dapat Pelatihan Budidaya Pohon Mangga
Baca Juga
Kepala Divisi Kampanye Walhi Sumsel, Puspita Indah Sari mengatakan, dalam kegiatannya Walhi Sumsel tidak hanya berfokus pada aksi tertulis yang dilakukan dengan memanfaatkan dua jenis platform media sosial seperti Twitter Space dan Instagram Live.
“Aksi ini tidak hanya dilakukan di Sumsel, namun juga Walhi secara nasional dengan mengusung tema Pulihkan Bumi Tolak Investasi Kotor secara virtual. Namun, di sini kami juga turut melakukan gerakan dengan menggugat Wali Kota Palembang terkait banjir,” katanya kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Kamis (21/4).
Indah menyampaikan, kegiatan dalam rangka peringatan Hari Bumi yang dilakukan setiap 22 April ini telah dilakukan sejak tanggal 20 April dengan melibatkan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dan tim pecinta alam Walhi yang sebelumnya telah sering terjun ke lapangan guna mengamati kondisi lingkungan hidup sekitar dengan melakukan ekspedisi nyata.
“Hasil kajian yang mereka lakukan tersebut lalu kami share selama dua hari ini melalui media sosial. Sedangkan tanggal 22 ini kami fokus terhadap kampanye advokasi banjir di perkotaan, kami akan mengangkat dan sampai mana advokasi gugatan banjir yang sudah dilayangkan oleh Walhi Sumsel kepada Pemkot Palembang,” tuturnya.
Indah menerangkan, progres gugatan Walhi Sumsel kepada Pemkot Palembang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Jumat (11/3), saat ini masuk tahap pemeriksaan berkas untuk sidang ketiga.
“Tanggal 25 April nanti akan kembali masuk persidangan dari para pihak saksi sampai putusan pada bulan Juni. Kami memang menyatakan bahwa dalam gugatan ini Wali Kota Palembang tidak membuat kebijakan dan cepat tanggap dalam menangani persoalan banjir karena sudah bertahun-tahun dan puncaknya pada tanggal 25 sampai 26 Desember 2021 lalu,” katanya.
Kejadian banjir luar biasa di akhir tahun 2021 itu, mengakibatkan dua nyawa warga Palembang melayang. Hal itu menjadi catatan suram selama 31 tahun terakhir.
“Artinya tata kelola di sini sudah tidak baik lagi dan daya tampung serta daya dukung air sudah di ambang batas. Banyak sekali pembangunan yang tidak sesuai dan RTH yang tidak mencapai 30 persen. Kemudian kolam retensi yang sangat kurang jumlahnya di wilayah rawan banjir,” terangnya.
Kondisi ini diperparah dengan produksi sampah di Kota Palembang yang mencapai 700 ton per hari. Hal ini sudah sangat urgen untuk ditangani oleh Pemerintah dan masyarakat sendiri.
- WALHI Sumsel Soroti Potensi Konflik Satwa Liar Akibat Eksplorasi Panas Bumi di Lahat
- Banjir Rendam Jalintim Muba, DPRD Sumsel Desak Pemerintah Cari Solusi Atasi Kemacetan
- Akibat Banjir, Harga Gas Elpiji 3 Kilogram di Muratara Melonjak Jadi Rp50 Ribu