Nasib petani sawit di Sumsel kini kian terhimpit. Lantaran, anjloknya harga sawit akibat larangan ekspor CPO, dan diperparah dengan melambungnya harga pupuk dan pestisida.
- Bupati OKI Salurkan Bantuan Pupuk ke 415 Petani Sawit
- Golkar Soroti Nasib Petani Sawit di Sumsel
- Pungutan Ekspor CPO Ditiadakan, Harga TBS Sawit Berangsur Membaik
Baca Juga
Kenaikan harga pupuk dan pestisida ini sudah terjadi sejak akhir 2021 lalu, dan terus mengalami peningkatan secara bertahap. Para petani hingga kini belum menemukan solusi yang tepat untuk menyiasati permasalahan tersebut. Bahkan, beberapa diantaranya tidak mampu lagi merawat kebun sawitnya.
Salah satu petani sawit di kabupaten Muara Enim, Muawiyah mengatakan, keadaan ini tentunya sangat memukul bagi para petani, apa mau dikata, harga sawit sedang murah diduga karena larangan ekspor CPO, ditambah lagi harga pupuk dan pestisida yang melangit.
"Saat ini, harga pupuk segala jenis naik dua kali lipat bahkan lebih, sehingga ongkos produksi dan perawatan melambung tinggi," katanya, Kamis (19/5)
Selain mahal, pupuk tersebut juga sulit didapat, sedang setiap kavling atau seluas 2 hektar dibutuhkan pupuk sekitar 7 ton setahun. "Untuk pestisida saja kenaikan harga juga sangat terasa, akibatnya petani tidak mampu lagi merawat kebun sawitnya," tutupnya.
Terpisah, pemilik Toko Adil Tani, Meri membenarkan, bahwa ada kenaikan harga pupuk dan pestisida, diungkapkannya kenaikan harga tersebut sudah sejak akhir 2021, lalu, secara bertahap. Artinya kenaikan ini sudah hampir enam bulan, harga pupuk kini terus beranjak naik, sehingga keadaan ini dirasa tidak hanya menyulitkan petani, namun pedagang juga merasakan hal yang sama.
"Selain pupuk harga pestisida segala merk juga ikut naik, hingga tembus Rp145 ribu perliternya, kenapa pedagang juga ikut susah, jelas karena kami butuh uang yang lebih besar untuk melengkapi semua stok," ujar Meri kepada kantor berita RMOLSumsel, Kamis (19/5).
Meri menatakan, pupuk jenis NPK Mutiara mengalami kenaikan 2 kali lipat, dari sebelumnya berkisar Rp480 atau Rp470 ribu per 50 kilogram, kini harga pupuk tersebut tembus Rp950 ribu satu karung isi 50 kilogram.
Sementara untuk pupuk Urea, kata Meri, dari semula harga Rp280 ribu satu karung isi 50 kilogram, kini harganya mencapai Rp550 ribu, ini tentunya sangat memberatkan.
"Untuk stok pupuk kami hanya menyediakan dua pupuk tersebut, karena kesanggupan kami hanya segitu untuk menyediakan stok, kalau pupuk subsidi saya tidak tahu harganya berapa, karena memang dilarang menyediakan, jadi tidak tahu harganya," terangnya.
Jadi ungkap Meri, pihaknya hanya menyediakan pupuk non subsidi, disinggung mengenai sebab kenaikan, dirinya tidak mengetahui sebab secara pasti, yang jelas barang dari distributor sudah naik "Oleh sebab itu, saya jual sesuai harga dari distributor, kalau mereka menaikkan harga kami juga ikut menaikkan harga," ungkapnya.
Dikatakan Meri, tokonya saat ini hanya melayani pembeli eceran saja, di sisi lain kebanyakan dari pembeli yang berkunjung hanya menanyakan harga dan mengurungkan niat, karena harganya mahal "banyak yang nanya, setelah tahu harganya mahal mereka tidak jadi membeli, mungkin mereka mengira kami menaikan harga, padahal harg ecernya memang segitu," pungkasnya.
Meri berharap, harga kembali normal, sehingga tokonya bisa memenuhi kebutuhan stok pupuk untuk petani, kemudian harga jual pupuk tidak memberatkan masyarakat, khususnya para petani.
- Api Ludeskan Rumah Panggung di Muara Enim, Diduga Akibat Puntung Kayu Bakar
- Teror Ular Kobra di Desa Celikah OKI, Dua Warga Tewas Dipatuk
- Belum Bertugas, 10 CPNS Kabupaten Muara Enim Pilih Mengundurkan Diri