Harga kopi di Sumsel terus mengalami kenaikan signifikan. Saat ini, harga kopi untuk kualitas asalan per kilogramnya dihargai Rp72 ribu.
- Pasokan Seret, Harga Kopi Dunia Melonjak Tajam
- Harga Kopi Tembus Rp73 Ribu, Petani di Pagar Alam Sumringah
- Kopi Pagar Alam Menggeliat, Petani Harapkan Harga Stabil
Baca Juga
Sementara, untuk kualitas super seperti buah petik merah dihargai Rp100-130 ribu. Kondisi itu menyebabkan kenaikan cost bagi para pengusaha kedai kopi di Palembang.
Owner Kopi Diego, Yudha mengatakan, kenaikan harga kopi berpengauh terhadap ongkos produksi menu kopi yang disajikan ke pelanggan. Sehingga, dirinya harus mencari pemasok kopi dari wilayah lain seperti di Pulau Jawa yang harganya lebih murah.
"Saat ini, harga roast bean (biji kopi yang telah dipanggang) sudah naik dari Rp100 ribu menjadi Rp130 ribu dan kemungkinan akan naik lagi. Itu harga pemasok di Sumsel. Jadi kami cari harga yang lebih murah di luar Sumsel," kata Yudha.
Yudha mengaku, kenaikan harga kopi saat ini sudah terbilang tidak masuk akal. Di sisi lain, dirinya tidak bisa serta merta menaikkan harga menu lantaran berpotensi kehilangan pelanggan.
"Makanya, untuk pemasok kopi kami terus cari yang bisa kasih harga murah tapi dengan kualitas yang sama. Sehingga harga menu tidak perlu dinaikkan," ucapnya.
Idealnya, untuk harga segelas kopi susu dengan kondisi harga kopi saat ini mencapai Rp28 ribu. Sementara, Kopi Diego masih mempertahankan harga Rp25 ribu per cangkir.
"Ongkos produksi disubsidi dari menu lain. Walaupun, memang 50 persen produk yang paling laris dibeli berbahan baku kopi," terangnya.
Beda lagi dengan Kedai Kopi Loer yang berada di kawasan Simpang Polda Palembang. Owner Kopi Loer, Mirza Oktaviansyah mengatakan, dirinya sudah memprediksi kenaikan harga kopi sejak awal tahun lalu. Sehingga, dirinya telah melakukan penyesuaian harga sekitar 10 persen.
"Jadi ketika harga kopi saat ini naik, kami tidak terlalu terpengaruh. Pelanggan juga sudah terbiasa dengan harga yang sudah disesuaikan," ucapnya.
Kopi Loer sendiri dalam sebulan bisa menghabiskan 30-40 kilogram kopi dengan jenis houseblend (campuran Robusta dan Arabica). Kebutuhan tersebut dipenuhi dari pemasok lokal. Hanya saja, ketika harga biji kopi naik, ada pengaruh di pasokan.
"Petani lebih memilih menjual hasil panen ke tengkulak karena mereka dapat menampung lebih banyak. Sementara, pemasok kopi ke kedai hanya kebagian sedikit. Akibatnya, pasokan kopi kami juga tersendat," ucapnya.
Sehingga, dirinya harus mencari pemasok atau roaster dari luar Sumsel seperti Pulau Jawa dan Bali. "Kami harus cari penyuplai lain yang pasokan kopinya siap setiap saat. Tidak masalah mahal yang penting pasokannya lancar," ungkapnya.
Dijelaskan mirza, selama ini pengusaha kedai sepertinya kerap kesulitan dalam mendapatkan pasokan kopi Sumsel. "Untuk kopi Semendo dan Pagar Alam itu cukup sulit karena kami harus bersaing dengan eksportir. Makanya, menu kopi kami itu kebanyakan dari luar Sumsel," tuturnya.
Head Gerai Hutan Kopi Roasteri, Reza menuturkan, kenaikan harga kopi tidak hanya terjadi di Sumsel tapi hampir terjadi di seluruh dunia. Penyebabnya, gagal panen akibat badai kencang yang menyerang kawasan daerah penghasil kopi.
"Brazil bahkan menutup ekspor kopi lantaran terkena badai paling parah. Sehingga, harga kopi dunia menjadi naik," terangnya.
Di sisi lain, pabrik kopi sachet sudah mengantisipasi sejak awal dengan menaikkan harga sejak akhir tahun lalu. Mereka siap menampung kopi asalan petani di harga Rp60-70 ribu per kilogram. Sehingga, tengkulak kopi kebanyakan menjual ke pabrik.
"Jadi saat harga kopi di kisaran Rp30 ribuan, pabrik sudah siap menampung di harga tinggi. Sehingga pasokan bahan baku mereka menjadi aman," ungkapnya.
Saat ini, roaster (usaha pemanggang kopi) seperti dirinya mau tidak mau menaikkan harga jual ke kedai kopi. "Mau tidak mau kami juga harus menaikkan harga," pungkasnya.
- Pasokan Seret, Harga Kopi Dunia Melonjak Tajam
- Sumsel Pacu Ekspor Kopi Sriwijaya, UMKM Jadi Prioritas
- Cerita di Balik Secangkir Kopi: Jatuh Bangun Usaha Kafe Binaan Bukit Asam (PTBA)