Etika dan Moralitas Penggunaan Anggaran oleh Pejabat yang Dipilih Rakyat

Ketua DPRD Kota Palembang, Zainal Abidin (kiri), Ketua BPK RI Perwakilan Sumsel, Harry Purwaka (tengah) dan Wali Kota Palembang, Harnojoyo (kanan) usai menerima LHP atas LKPD 2021. (ist/rmolsumsel.id)
Ketua DPRD Kota Palembang, Zainal Abidin (kiri), Ketua BPK RI Perwakilan Sumsel, Harry Purwaka (tengah) dan Wali Kota Palembang, Harnojoyo (kanan) usai menerima LHP atas LKPD 2021. (ist/rmolsumsel.id)

Penggunaan anggaran yang dilakukan oleh Pemkot Palembang dalam pengamatan Kordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani masih cukup jauh dari harapan untuk menjawab permasalahan masyarakat. 


Mulai dari sistem penganggaran, tujuan penganggaran, sampai evaluasi terhadap penganggaran dalam penggunaan APBD yang dilakukan oleh Pemkot Palembang, meskipun telah memiliki Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota (KEPWAKO) No. 64.A Tahun 2017. 

Minimnya tanggung jawab dan pengendalian dari pejabat utama Pemkot Palembang menjadi salah satu masalah utama. Hal ini menurut Nunik dipengaruhi oleh kepemimpinan dan komitmen dari pejabat tersebut untuk memaksimalkan penggunaan anggaran bagi keperluan masyarakat. 

Buktinya, sambung Nunik adalah upaya Pemkot Palembang dalam mengentaskan kemiskinan. Sampai saat ini belum ada upaya signifikan yang langsung memberi pengaruh terhadap penurunan angka kemiskinan jelang akhir periode kedua Harnojoyo menjabat sebagai Wali Kota Palembang. 

"Dengan APBD yang bisa dibilang salah satu tertinggi di Sumsel, seharusnya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam konteks memaksimalkan anggaran itu terlihat nyata dan dirasakan oleh masyarakat," kata Nunik. 

Namun dalam kenyataannya, kota Palembang berada di urutan pertama dalam jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Sumsel saat ini (berdasarkan data BPS 2021), yang menurut Nunik seharusnya menjadi fokus dari para pejabat Pemkot dalam arah kebijakan penganggaran yang dilakukannya. 

Nunik mengungkapkan, Palembang sebagai ibukota Provinsi tentunya menjadi perwajahan dalam pengelolaan anggaran bagi kabupaten/kota lain di Sumsel. Misalnya dalam penanganan pandemi yang berlangsung pada 2020-2021, yang memukul semua sektor, sudah sepatutnya memasuki tahun ketiga saat semua berupaya lepas dari pandemi, dilakukan penganggaran yang substansial mengatasi jebloknya ekonomi masyarakat.

"Jadi (penganggaran) difokuskan adalah kesitu, bukan ke hal lain. Seharusnya anggaran atau belanja daerah itu dilihat dulu dampaknya bagi masyarakat apa? Manfaatnya apa, untuk meningkatkan ekonomi masyarakat atau ekonomi siapa? karena kita bicara anggaran (APBD) yang besar disini," jelas Nunik. 

Terkait hal ini, Kantor Berita RMOLSumsel juga sudah sempat mengulas bagaimana dan kemana arah kebijakan penganggaran Pemkot Palembang. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/lapsus-defisit-pad-berpihak-kemana-arah-kebijakan-keuangan-pemkot-palembang).

Dalam ulasan pada tahun 2021 itu, Pemkot Palembang memilih untuk memotong tunjangan ASN dan menyetop belanja yang tidak penting karena masih dalam masa pandemi. Sementara saat ini, Nunik tidak melihat komitmen yang sama secara signifikan.

Penggunaan anggaran dan belanja yang dilakukan saat ini terkesan masif namun tidak menyasar langsung kepada masyarakat, dalam kaitannya dengan pemulihan ekonomi paska pandemi. "Angka kemiskinan kota Palembang ini tidak bergerak banyak, hampir tidak ada perubahan. Sementara disisi lain, penggunaan anggaran tidak maksimal menjawab itu," kata Nunik.

Mengutip sebuah jurnal penelitan yang ditulis salah satu doesn Universitas Brawijaya, Selama ini proses politik mengantarkan disahkannya APBD melibatkan elit (bupati/walikota dan DPRD). Pada saat lemahnya kekuatan kontrol dari masyarakat dan tiadanya keterikatan moral para anggota dewan pada masing-masing konstituen, tentu sangat merugikan masyarakat. 

Sehingga kondisi ini makin diperburuk oleh fakta bahwa struktur politik dan kepedulian terhadap kesejahteraan publik amat berkurang. Pernyataan ini diamini oleh Nunik, karena menurutnya politisasi anggaran sektor publik di Pemkot Palembang ini semakin kental terlihat. 

"Nah ini saya tidak temukan, saya lihat sepintas saja, modelnya apbd kota palembang ini agak parah. Ada kecenderungan (anggaran untuk) operasional justru lebih besar dibanding misalnya belanja itu sendiri. Misal kita membangun gedung, operasionalnya yang lebih besar dibanding gedungnya sendiri," ungkap Nunik. 

Kordinator FITRA Sumsel, Nunik Handayani. (ist/rmolsumsel)

Termasuk saat ini, salah satu yang menjadi sorotan saat Sekretariat DPRD Kota Palembang mengadakan tender Belanja Peralatan Studio dan Film dengan budget hampir menyentuh angka Rp2 Miliar. Tidak sekadar mengenai angka yang signifikan itu, tetapi juga kebermanfaatan peralatan itu untuk masyarakat, dalam kaitannya dengan memaksimalkan penggunaan anggaran untuk kepentingan masyarakat. 

Padahal menurut Nunik, DPRD Kota Palembang memiliki konstituen yaitu masyarakat yang memilih mereka untuk duduk disana, sehingga wajib bertanggung jawab atas penggunaan anggaran ini kepada masyarakat. Meskipun belakangan dijawab oleh Ketua DPRD dan Sekretaris DPRD Kota Palembang pengadaan ini merupakan bagian dari pengadaan videotron untuk kepentingan publikasi kegiatan anggota dewan. 

"Ini salah satu bentuk tidak transparannya penggunaan anggaran dari pejabat pemerintah. Perubahan itu tidak bisa dilakukan, sepanjang itu sudah diumumkan. Justru berbahaya dan akan menjadi temuan, mestinya kan harus sesuai misalnya nominal, tempat, kemudian pengelola dan penanggung jawabnya ada di dalam (pengumuman) itu semua," jelasnya.

Nunik memprediksi anggaran yang digunakan dalam tender pengadaan peralatan ini akan sia-sia. Selain tidak maksimal, pengadaan juga dilakukan jelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Kota Palembang. Kesan negatif, menurut Nunik akan muncul dalam proses pengadaan tender ini. 

"Sejauh mana publikasi kegiatan itu akan menjangkau masyarakat kalau diadakan videotron, dibandingan dengan mamaksimalkan penggunaan sistem ataupun program yang sudah ada di Dinas Kominfo misalnya, atau memaksimalkan publikasi melalui media massa, yang tentu jumlahnya tidak akan sebanyak itu," sambung Nunik. 

Terlebih, Nunik juga mengingatkan bahwa sebelum ini Sekretariat DPRD Kota Palembang juga telah memiliki catatan dalam temuan BPK RI Perwakilan Sumsel dalam penggunaan anggaran di tahun 2021 lalu. Termasuk didalam temuan itu, Pemkot Palembang dan beberapa OPD lain yang sampai sekarang masih belum mengembalikan uang temuan kerugian negara. 

"Sangat sedikit media yang menyuarakan ini, sementara masyarakat juga telah sibuk sendiri untuk berjuang dengan kehidupan mereka sehari-hari. Inilah yang menjadi celah untuk memuluskan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran," kata Nunik.