Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat untuk menekan pengeluaran APBN dan APBD mulai berdampak pada sektor perhotelan, restoran, dan industri hiburan di Sumatera Selatan
- Jokowi Biang Kerok APBN Tekor Rp31,2 Triliun!
- Rakyat Kena Prank Jokowi, Ratusan Investor Masuk IKN Tipu-tipu
- Akhir Tahun 2024, APBN Bakal Jebol hingga Rp 609,7 Triliun
Baca Juga
Sekretaris Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel, John Johan Tisera, mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran, terutama untuk kegiatan seremonial yang biasa digelar di hotel-hotel, bisa berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Bisa saja terjadi PHK jika efisiensi ini terus berlanjut. Efeknya sangat luas, termasuk pada tenaga kerja,” ujar John Johan pada Jumat (14/2/2025).
Menurutnya, kebijakan ini berdampak langsung pada pendapatan hotel dan restoran, yang bisa turun hingga 60 persen. Selain itu, tingkat hunian atau okupansi kamar hotel juga mengalami penurunan drastis.
Saat ini, angka okupansi hotel di Sumsel sudah turun hingga 50 persen, seiring dengan melemahnya permintaan akibat berkurangnya kegiatan resmi pemerintah.
“Kalau biasanya hotel dan restoran ramai dengan acara pemerintahan, kini efek domino kebijakan efisiensi mulai terasa. Pendapatan turun drastis, dan tentu saja industri hiburan ikut terpukul,” tambahnya.
“Kalau biasanya hotel dan restoran ramai dengan acara pemerintahan, kini efek domino kebijakan efisiensi mulai terasa. Pendapatan turun drastis, dan tentu saja industri hiburan ikut terpukul,” tambahnya.
John juga mengkritik alasan efisiensi yang dilakukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, kebijakan tersebut tidak memiliki korelasi langsung dengan sektor ekonomi dan justru bisa menimbulkan masalah baru, seperti pengurangan tenaga kerja.
“Efisiensi anggaran untuk meningkatkan gizi anak memang penting, tapi dampaknya ke sektor bisnis tidak boleh diabaikan. Jika pendapatan hotel menurun, otomatis vendor makanan, pemasok, dan pasar juga terdampak,” jelasnya.
Ia mencontohkan, jika 50 hotel yang biasanya memiliki kontrak dengan vendor makanan mengalami penurunan tamu dan acara, maka belanja mereka juga akan berkurang, yang pada akhirnya membuat sektor kuliner dan hiburan menjadi lesu.
Sebagai solusi, John menyarankan agar pemerintah menerapkan pemerintah menerapkan efisiensi anggaran secara bertahap untuk menghindari kepanikan di dunia usaha.
“Sebaiknya pemangkasan anggaran dilakukan secara perlahan, misalnya 5-6 persen di tahun pertama, lalu ditingkatkan bertahap di tahun berikutnya. Jika dilakukan secara mendadak, dampaknya bisa sangat besar,” katanya.
Ia juga menyoroti minimnya destinasi wisata di Palembang yang membuat sektor perhotelan sangat bergantung pada acara-acara resmi dan dinas. Menurutnya, tanpa alternatif sumber pendapatan lain, kebijakan efisiensi bisa semakin menekan industri yang sudah terdampak ini.
“Palembang tidak memiliki banyak destinasi wisata, dan dinas pariwisata maupun pemerintah daerah belum memiliki strategi yang kompak untuk mengembangkan sektor ini. Kalau efisiensi anggaran terus dilakukan tanpa solusi alternatif, maka dunia usaha akan semakin terpuruk,” pungkasnya.
- Jokowi Biang Kerok APBN Tekor Rp31,2 Triliun!
- Rakyat Kena Prank Jokowi, Ratusan Investor Masuk IKN Tipu-tipu
- Lancarkan Program Makan Bergizi Gratis, Pemkot Palembang Segera Pangkas Anggaran Transportasi dan Kesehatan