Kejaksaan Agung telah menaikkan status dugaan korupsi proyek satelit Kementerian Pertahanan ke tahap penyidikan. Hal itu setelah Kejagung melakukan penyelidikan terhadap kasus ini selama sepekan dengan memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan.
- Gagalkan Penyelundupan Barang Impor Ilegal, Polrestabes Palembang Temukan Empat Mesin Harley Davidson Bodong
- Polda Metro Jaya Bongkar Kasus Judi Online, Pelaku Terancam 20 Tahun Penjara
- Janji Motor Tak Kunjung Datang, Ibu Muda di Palembang Tertipu Rp6,5 Juta
Baca Juga
Dalam penyelidikan, Tim Jaksa Penyelidik juga melakukan koordinasi dan diskusi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di BPKP sehingga diperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP.
Kasus dugaan korupsi yang bermula sekitar tahun 2015 tersebut diduga merugikan negara ratusan miliar rupiah. Pertanyaan pun banyak diterima Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD mengapa kasus ini baru dibuka di tahun 2021 sedangkan kejadiannya di 2015 dan sudah diketahui sejak 2018.
“Loh, tahun 2018 saya belum jadi Menko, jadi saya tak ikut dan tak tahu persis masalahnya. Saat saya diangkat jadi Menko (23 Oktober 2019), saya jadi tahu karena pada awal pandemi Covid-19, ada laporan bahwa Pemerintah harus hadir lagi ke sidang Arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima oleh Kemhan,” tulis Mahfud di akun Instagram pribadinya, Minggu pagi (16/1).
Menindaklanjuti laporan tersebut, Mahfud pun mengundang rapat pihak-pihak terkait sampai berkali-kali. Namun dari situ mulai dirasakan ada yang aneh. Sepertinya ada yang berusaha menghambat untuk dibuka secara jelas masalahnya.
“Akhirnya, saya putuskan untuk minta BPKP melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT). Hasilnya ternyata ya seperti itu, ada pelanggaran peraturan perundang-undangan dan negara telah dan bisa terus dirugikan. Makanya, saya putuskan untuk segera berhenti rapat melulu dan mengarahkan agar diproses secara hukum,” kata Mahfud.
Mahfud menerangkan, proses hukum atas dugaan korupsi ini mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk Presiden Joko Widodo. Bahkan Menkominfo dan Menkeu setuju agar kasus ini segera dibawa ke ranah peradilan pidana.
“Menhan Prabowo dan Panglima TNI Andika juga tegas mengatakan bahwa ini harus dipidanakan. Bahkan Menhan dan Panglima TNI tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan kepada korupsi dari institusi apa pun, semua harus tunduk pada hukum,” tutur Menteri asal Sampang ini.
“Saya berbicara dengan Jaksa Agung yang ternyata juga menyatakan kesiapannya dengan mantap untuk mengusut kasus ini. Jadi, mari bersama-sama kita cermati dengan seksama pengusutan kasus ini,” imbuh Mahfud.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan, kasus ini berawal dari tahun 2015 di mana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT). Ini merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik. Bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015,” terangnya saat menyampaikan perkembangan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Tahun 2015-2021 di Press Room Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/1).
Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu melakukan penyewaan tersebut.
“Karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu tiga tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan. Jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Jampidsus menyampaikan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.
“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar USD20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi,” papar Febrie.
Selanjutnya, Febrie mengatakan, bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.
- Menkopolhukam Buka Kongres PMII Ke-XXI di Palembang, Ini Pesan Presiden
- Kena Torpedo di Pilpres 2019, Qodari Ingatkan Mahfud Jangan Lupa Sejarah
- Presiden Jokowi Tunjuk Tito Karnavian Sebagai Plt Menko Polhukam