Sidang lanjutan uji materiil atau judicial review Undang Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) di Mahkamah Konstitusi hari ini tidak dihadiri DPR RI.
- Putusan 40 Gugatan Hasil Pilkada Dibacakan MK Hari Ini
- MK Putuskan Sengketa Pilkada Empat Lawang Lanjut ke Sidang Pembuktian
- Gugatan Money Politik Tidak Terbukti, Askolani-Netta Tunggu Penetapan Resmi KPU Banyuasin
Baca Juga
Partai Buruh sebagai pihak pelapor menyesalkan ketidakhadiran DPR RI dalam sidang lanjutan judicial review UU PPP yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (24/8).
Menurut Kuasa Hukum Partai Buruh, Said Salahudin, ketidakhadiran DPR mencerminkan bahwa lembaga ini tidak menjunjung tinggi supremasi hukum.
"Ketika diundang Mahkamah Konstitusi untuk memberikan keterangan, harusnya datang. Sebagai bentuk tanggungjawab publik kepada masyarakat," kata Said dalam keterangan tertulisnya.
Said memandang, seharusnya DPR RI memberikan keterangan kepada pemohon dan masyarakat di dalam persidangan tersebut, tentang bagaimana proses pembentukan UU PPP dilakukan. Sehingga menjadi terang benderang apakah pembentukan UU itu sudah sesuai prosedur hukum.
"Atas ketidakhadilan DPR, kami meminta kepada Mahkamah agar tidak perlu lagi mendengarkan keterangan dari DPR. Sebab mereka sudah diberikan kesempatan, tetapi tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan dengan baik,” tuturnya.
Sementara itu, terkait dengan keterangan pemerintah, Said menilai pernyataan pemerintah yang mengatakan pemohon tidak memiliki legal standing, tidak dijelaskan dengan argumentasi.
"Tidak kuatnya legal standing pemohon di bagian mana. Seolah pemerintah hanya asal menolak tanpa ada argumentasi apapun," imbuhnya.
Terpisah, Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta kepada MK untuk memutuskan UU PPP inkonstitusional. Sebab menurutnya, UU itu dibuat bukan karena adanya kebutuhan hukum, tetapi karena akal-akalan hukum untuk memuluskan pembahasan kembali UU 11/2022 tentang Cipta Kerja yang disusun menggunakan metode omnibus law.
"Kami sebagai kaum buruh tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan UU PPP. Padahal kita tahu, muara dari pembentukan undang-undang ini sebagai pintu masuk untuk melegalkan omnibus law," katanya.
Menurut Iqbal, omnibus law merugikan kaum buruh karena di sana mengatur outsourcing seumur hidup tanpa batasan pekerjaaan, tidak ada periode kontrak sehingga buruh bisa dikontrak berulangkali.
"Upah murah yang menyebabkan daya beli rendah, PHK dipermudah, nilai pesangon dikurangi, dan jam kerja fleksibel," demikian Iqbal menambahkan.
- Anggota DPR Desak Pemeliharaan Alat Keamanan di Lapas
- DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025
- DPR: Penyegelan Bangunan Ilegal di Puncak Langkah Berani