Sistem manajemen pemrosesan dan pengelohan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Padang Karet, kota Pagar Alam, dinilai sangat buruk.
- Siap-siap, ASN yang Tambah Hari Libur, Bakal Dapat Sanksi!
- Dinas Perdagangan OKI Ancam Segel Toko yang Tidak Membayar Retribusi Tahunan
- Heboh Mobil Ekspedisi Tabrak Tiang Reklame di Lubuklinggau, Warga Terbangun Suara Dentuman
Baca Juga
Akibatnya, tumpukan sampah meluber hingga menutupi sebagian akses jalan menuju empat desa, dan kondisi ini ternyata sudah berlangsung lama.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pagar Alam, Deki Aprianto, mengakui masalah ini disebabkan oleh alat berat yang digunakan untuk menata dan merapikan tumpukan sampah dari mobil angkutan serta pabrik pengolahan sampah yang sudah lama rusak dan tidak dapat difungsikan lagi akibat minimnya perawatan.
"Biaya perawatan alat berat setahun anggarannya hanya 40 juta rupiah, sementara harga spare partnya mahal. Oleh karena itu, kami sementara waktu meminjam alat berat dari Dinas PU, namun itu juga tidak bisa maksimal," ujar Deki.
Menurutnya, oknum sopir angkutan sampah juga menjadi masalah karena enggan melalui rute baru menuju lokasi TPA dengan alasan jalur tersebut sulit dilalui. Sebagai akibatnya, sampah ditumpahkan di sepanjang jalur akses masyarakat, mengganggu aktivitas dan kebersihan.
"Sudah berulang kali saya ingatkan para sopir untuk tidak menumpahkan sampah di pinggir jalan lagi dan wajib masuk ke TPA lewat jalur belakang yang sudah disediakan, namun nyatanya masih ada sopir yang membandel," tambah Deki.
Seorang supir truk dan karyawan angkut sampah, yang tidak ingin disebutkan identitasnya, mengungkapkan bahwa mereka terkadang terpaksa membuang sampah di pinggir jalan karena jalur baru menuju lokasi TPA dianggap berbahaya dan sulit dilalui menggunakan kendaraan berat.
"Kami terpaksa membuang sampah di pinggir jalan karena jalur depan tidak bisa dimasuki karena sampahnya sudah tinggi menumpuk dan tidak bisa dirapihkan karena alat beratnya tidak berfungsi lagi. Selain itu, jalur belakang sangat berbahaya untuk dilalui dengan truk muatan penuh karena badan jalannya sempit dan berkelok juga belum diaspal," keluhnya.
Para pekerja di sektor ini juga mengeluhkan minimnya perhatian dari dinas terkait terkait keselamatan dan kesehatan karyawan. Mereka mengatakan bahwa tidak disediakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan panjang dan masker saat bekerja menangani sampah, yang merupakan langkah penting untuk melindungi kesehatan mereka.
- Tanggulangi Karhutla, Ini Rencana dan Strategi Pemkab Muba
- Personel Polda Sumsel dan Jajaran Harus Pantau Perkembangan Covid-19
- Bupati Muba Apresiasi Dedikasi AKBP Listiyono, Sambut Hangat Kapolres Baru